Senin, 28 Januari 2013

Harry Potter and the Sorcerer's Stone

Judul                   : Harry Potter dan Batu Bertuah
Pengarang         : JK. Rowling
Penerjemah       : L. Susanti
Cetakan              : 20, 2006
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Harry Potter, seorang bocah cilik bermata hijau dan rambut berantakan, tinggal bersama paman dan bibinya yang tidak menyukainya, dan seorang sepupu, Dudley, yang selalu menggunakan waktunya untuk mengganggu Harry. 

Menjadi yatim piatu sejak lahir, Harry diberitahu bahwa kedua orangtuanya telah meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil, yang juga meninggalkan bekas luka berbentuk sambaran kilat di dahinya. Tumbuh dengan merasa dan diperlakukan berbeda oleh orang-orang di sekitarnya, tanpa menyadari bahwa dia adalah seorang penyihir, hingga pada hari ulang tahunnya yang ke-11.

Selama 11 tahun hidupnya, Harry menyadari bahwa hal-hal aneh selalu terjadi pada dirinya. Bicara dengan ular di kebun binatang. Mendarat di atas atap saat bersembunyi, maupun rambut yang tumbuh sendiri dalam waktu semalam. Lalu sepucuk surat (banyak sebenarnya) mengubah seluruh hidupnya. Surat yang bertuliskan,
Mr. Harry Potter
Lemari di Bawah Tangga
Privet Drive no.4
Little Whinging Surrey
meski Harry tidak sempat membacanya pada kesempatan pertama, kedua, ketiga........ yang jelas, surat itu mengubah seluruh hidup Harry selamannya.

Gimana rasanya dikunjungi oleh manusia separo raksasa dengan rambut awut-awutan di hari ulang tahunmu yang ke-11? Terlebih lagi dia membawa sepotong cake ulang tahun yang pertama kali kamu terima seumur hidupmu. Bukan itu saja, dia juga membawa kabar bahwa kamu adalah seorang PENYIHIR.

Menolak. Tidak Percaya. Menyangkal. Rendah Diri (atau mungkin Minder?). Adalah reaksi pertama Harry ketika Hagrid menceritakan sejarah hidupnya yang (katanya) diketahui seluruh penyihir di dunia selain dirinya. Setelah itu, rasa ingin tahu, dan haus akan pengetahuan tentang dunianya yang menguasainya.

Diagon Alley. Kembali mengejutkan Potter muda dengan segala macam barang yang tidak pernah dilihatnya, dan kenyataan bahwa sebagai seorang penyihir, Harry sangatlah berkecukupan. Di sambut dengan 'sangat' ramah oleh banyak penyihir yang ditemuinya, dia sudah bukan lagi anak aneh dengan baju kedodoran. Harry mulai menyukai hal-hal baru yang ditemuinya.

Petualangan baru benar-benar di mulai pada tanggal 1 September. Kebingungan menemukan peron 9 3/4, Harry berkenalan dengan keluarga Weasley. Tanpa disadarinya, mereka adalah keluarga yang akan berperang sangat penting bagi hidupnya, dan percintaannya....

Namun euforia Harry tidak berlangsung lama, dan terus-menerus. Bahkan sebelum mencapai Hogwarts, Harry telah menyulut bara permusuhan di antara dirinya dengan Draco Malfoy. Selama Harry di sana, bukan hanya Malfoy dan seluruh penghuni asrama Slytherin, tapi juga Prof. Snape yang sejak awal pertemuan mereka sudah menunjukkan kebenciannya terhadap Harry. Oh ya, Harry masuk asrama Gryffindor tentu saja. Seperti kedua orantuanya, Ron beserta seluruh keluarganya, Neville, dan Hermione.

Tapi sebelum petualangan benar-benar di mulai, Harry menjalani hari-harinya dengna cukup menyenangkan. Terpilih sebagai anggota termuda tim Quidditch asramasnya, Harry menyadari bahwa dia benar-benar berbakat di atas sapu.

Di Hogwarts (ah, aku lupa menyebut Hogwarts sebelumnya), Harry bukan hanya berteman baik dengan Hagrid, Ron, dan siapa sangka, Hermione. Tapi juga mengalami petualangan luar biasa bersama mereka. Bertemu dengan Fluffy yang menyukai musik. Kejar-kejaran dengan penjaga sekolah dan kucingnya yang suka mengendus. Mendapatkan jubah gaib sebagai hadiah natalnya. Bertemu Nick-si-Kepal-Nyaris-Putus. Hingga pada akhirnya, bertemu dengan bayang-bayang masa lalunya. Penyebab kematian kedua orantuany, dan yang menyisakan bekas luka berbentuk sambaran kilat di dahinya. Kau-Tahu-Siapa. Ahh, mungkin lebih baik kita sebut dia Voldmort.
----o----

Kalau diingat-ingat, ini adalah novel fantasi pertama yang aku baca. Berapa umur aku waktu itu ya? Kelas 5 SD mungkin? Hemmm.. Novel ini juga yang jadi awal mula ketertarikan dengan novel-novel sejenis. Sampai sekarang rak buku udah penuh dengan novel-novel tentang sihir, petualangan, dan hewan-hewan yang ngga pernah ada kita lihat.

Mungkin dari sini juga aku jadi seorang pengkhayal dengan imajinasi yang terlalu liar. Yeah, liar. Kayak ngebayangin punya telinga karya Fred and George buat nguping. Ngebayangin nulis dengan bulu di atas perkamen, dan bukannya pulpen. Punya jubah gaib Harry yang memungkinkan aku masuk bioskop tanpa bayar. Dan yang jelas, berharap saat berumur 11 (8 tahun yang lalu, hanya beberapa bulan menuju ulang tahun ke-11 ku) akan ada sosok seperti Hagrid yang datang dan ngasih tiket menuju peron 9 3/4 (lihat betapa sebuah buku bisa memepengaruhi imajinasi seorang anak).

Tapi, novel ini benar-benar memikat aku, yang saat itu hanya seorang bocah ingusan, sampai sekarang. And Yes, I'm addict with Harry Potter. Meski versi filmnya kurang memuaskan keliaran imajinasi yang sudah terprogram sendiri di dalam kepalakus setiap aku membaca novel ini berkali-kali.

Membaca Harry Potter dan membaca Percy Jackson, secara garis besar mereka sama-sama bocah istimewa yang awalnya ngga tau apa-apa tentang keistimewaan diri mereka. Dengan takdir berat yang menanti mereka di depan. Dan lawan yang lebih berat dari segalanya, yaitu ketakutan diri sendiri. Dengan umur yang ngga terlalu beda jauh di saat mereka pertama kali bersentuhan dengan dunia mereka yang sesungguhnya. Tapi dengan cerita dan daya tarik masing-masing. I really like this kind of book.

Membaca novel ini lagi untuk waktu yang sudah cukup lama dalam rangka mengikuti "Hotter Potter: A Harry Potter Reading Event (Indonesia)" yang di adakan oleh http://surgabukuku.wordpress.com . Bikin miris kalau ingat buku ini hilang, saat dipinjamkan pada salah satu teman Teteh. Hemm.. :'

Intinya, novel Harry Potter adalah jenis novel yang selalu menyenangkan meski berkali-kali dibaca. Padahal, aku bukan tipe orang yang suka melakukan hal yang sama berulang-ulang. But, that was the magic of Harry Potter right? :) 

Yang jelas, angka penuh buat novel ini. Dan Happy Reading untuk kalian yang baru pertama kali baca novel ini.

Sabtu, 26 Januari 2013

Untuk Perbedaan yang Tak Terelakkan

Lagi-lagi takdir mempermainkan kita. Kita bertemu. Lagi. Di sini. Dengan memori yang sama. Saling melempar senyum kembali. Tertawa. Dan lagi-lagi jaketmu tersampir di bahuku. Melindungiku. Menyekapku dengan aroma tubuhmu. Sama. Aroma itu masih seperti dulu. Seperti yang kuingat dalam setiap detak jantungku.
Rapat. Kudekap erat aromamu. Tak ingin kehilangan. Namun sadar tak akan tergenggam. Seperti mencoba menggenggam air. Seperti mencoba berilusi akan waktu yang mungkin menjadi abadi. Lalu tersadar akan kesia-siaan. Bahwa tak ada yang akan abadi selain ketidakabadian itu sendiri.
Perlahan ku resapi segalanya, bersama segelintir memori yang menari-nari keluar dari persembunyian. Dari sudut hati yang ku coba abaikan. Senang. Bahagia. Cinta. Tangis. Luka. Perpisahan. Menyerbu seluruh inderaku. Menyentakku. Menyadarkan bahwa di sini aku masih berharap. Berharap akan masa depan itu. Di sisimu. Mendampingimu. Menjagamu. Mencintaimu. Dan dicintai olehmu.
Sudah berapa lama perpisahan itu berlalu? Cukup lama. Cukup lama untuk mengobatinya. Bahkan mungkin memberinya rasa yang baru. Pada masa depan yang berbeda.
Namun pada kenyataannya, selama apapun waktu berlalu, akan terasa begitu singkat. Seolah baru kemarin itu terjadi. Karna setiap saat setelah perpisahan itu, aku masih tetap memikirkanmu.
Bertanya-tanya. Salahkah kita? Saling menyayangi tanpa menuntut. Saling mengasihi. Dua manusia yang pertemuannyapun atas campur tangan takdir. Namun takdir jua yang memaksa untuk berpisah. Takdir diriku, sebagai seorang Muslim. Dan dirimu, sebagai seorang Kristen.
Ya, betapa klisenya penyebab perpisahan kita. Agama. Tuhan.
Padahal kita sama-sama berdoa kepada Tuhan. Bedanya, aku memegang tasbih, dan kamu memegang salib. Aku menyebut-Nya Allah, dan kamu menyebut Yesus. Aku ber-Idul Fitri, dan kamu menjalani natal. Aku sholat setiap hari 5 waktu, kamu setiap minggu menjalani misa. Aku Islam, dan kamu Kristen.
Ya. Hanya itu. Perbedaan kita. Namun sungguh besar sesungguhnya jurang yang terentang di antara kita. Terlalu dalam. Gelap. Dan menakutkan.
Kadang aku mengutuki diriku sendiri. Untuk apa aku nekat menjalaninya bersamamu, bila pada akhirnya aku tau perpisahan tak terelakkan. Namun bila aku tak melakukan apa-apa saat itu, mungkin saat ini aku akan lebih sakit dari ini. Lebih pedih dari saat ini. Terjebak dalam rasa yang tak terungkap.
Kini, di setiap pertemuan kita, aku hanya bisa tersenyum, dalam kepedihan yang masih bersemayam. Lekat di dasar-dasar hati. Berdoa. Agar Tuhan memberiku kesempatan berada di sisimu, sebagai sahabatmu. Hingga pada akhirnya, aku akan bertemu dengan hati yang baru.

Banjarmasin, 26 Januari 2012
Dari Hati yang Merindu

Kamis, 24 Januari 2013

Untuk Kamu, yang Mungkin tak Menyadarinya

Mungkin, ini hanya sekedar luapaan perasaan yang sudah menumpuk terlalu lama. Yang gak akan pernah tertuang selain di dalam sini. Yang bahkan gak akan pernah kamu ketahui (mungkin).
Ya, kamu. Aku tak perlu menyebutkan namamu di sini. Di dalam sini. Karena seperti yang aku tulis sebelumnya, kamu gak akan pernah tau, bahwa apa yang akan aku tulis adalah tentang dirimu. Tentang perasaanku untuk kamu. Tentang kisah yang terukir di antara kita. Tentang semuanya.
Sudah berapa lama kita saling mengenal? 3 tahun? 5 tahun? Ahh, lebih lama dari itu. Mungkin nyaris separuh umurku saat ini, ku habiskan dengan mengenalmu. Sudah terlalu lama. Terlalu lama, hingga sudah terlalu saling memahami. Terlalu lama, hingga sudah tak ada lagi batas dalam tiap canda, maupun cerita yang di bagi bersama. Terlalu lama, hingga keberadaan masing-masing sudah terlalu wajar. Seolah pundakmu untukku, maupun pundakku untukmu, memang hal yang normal.
Aku sudah terlalu terbiasa dengan semua itu. Dengan kamu. Keberadaanmu. Suaramu yang menenangkanku. Tanganmu yang menepuk pelan kepalaku. Dengan aromamu. Dengan tubuh besarmu yang melindungiku. Hingga tak kusadari, ada perasaan lain yang mengusikku. Menyusup perlahan, tanpa aba-aba.
Kamu tau, apa yang menyadarkanku akan rasa ini? Bukan. Bukan jarak yang kini membentang di antara kita penyebabnya. Karena bagiku, jarak bukanlah alasan atas terputusnya sebuah hubungan.
Namun pesan singkat yang kamu kirimkan malam itu, setelah sekian lama tak bertukar kabar, seketika menyentakkanku. Membobol air mataku. Mengiris, terlalu dalam. Tanpa aku tau mengapa.
Pesanmu, yang menyiratkan perpisahan yang lebih menyakitkan. Bahwa gak akan ada lagi kamu, yang senantiasa di sampingku dalam setiap luka, dan air mataku. Bahwa kamu ingin aku belajar, belajar melangkah sendiri.
Di sini, di tengah segala keasingan ini, kamu memintaku untuk mencoba berhenti bergantung padamu. Di sini, dalam pusaran segala hal-hal baru ini, kamu memintaku belajar memutuskan sendiri. Di sini, di saat aku benar-benar memerlukanmu, kamu melepasku untuk melangkah sendiri.
Bahkan ketika aku menuliskan ini, rasanya goresan ini hanya semakin sakit dan dalam. Seperti aku sedang menabur garam di atas lukaku sendiri.
Aku bertanya-tanya, apakah mungkin aku mencintaimu? Tidak, rasa kehilangan ini terlalu menyakitkan untuk ku sebut cinta. Mungkin kamu hanya terlalu berharga, dan penting bagiku. Hingga ketika saatnya tiba, yang dengan jelas aku pun menyadari saat ini akan tiba, aku masih tertegun dalam kebingungan. Dalam penolakan akan saat-saat itu.
Yang kusadari, aku tak pernah cemburu pada setiap pasangan yang kamu pilih. Aku tak pernah ingin mendoakan akan berakhirnya hubunganmu dengan siapapun. Jadi, ini bukan cinta kan?
Namun mengapa rasanya sakit saat kamu memintaku untuk melangkah sendiri?
Mengapa seketika pijakanku goyah saat aku membaca pesanmu?
Apa yang membuat air mataku tiba-tiba menetes, deras, tak terbendung, saat itu?
Bisakah kamu memberi nama atas rasa ini?
Karna aku tak sanggup.

Jatinangor, 23 Januari 2012
Dari adikmu, sahabatmu, keluargamu, yang tak ingin kamu membaca ini

Selasa, 08 Januari 2013

Hotter Potter: A Harry Potter Reading Event (Indonesia) (1 Jan – 31 Juli 2013)


Waktu baca kata-kata ini,
"Jangan berani ngaku fans berat Harry Potter kalau belum ikut event ini!"
Wahhh, rasanya langsung terpacu buat ikutan. Hhi.. Sejujurnya, ini pertama kalinya nyoba-nyoba ikutan event kaya gini. Jadi rasanya agak gugup gimana gitu. :|

Salah satu syaratnya adalah pasang button Hotter Potter di blog kita (jangan lupa dilink ke postnya). Tapi berhubung saya ngga ngerti itu gimana caranya (gapteknya ketauan) ya udah deh begini aja kali ya. Mudahan ngga apa-apa..
Hhe...

Sabtu, 05 Januari 2013

Setahunan Hobi Baru :)

It's almost a years, punya hobi baru yang magnetnya lebih kuat dari baca ._.
Padahal selama ini, cuman baca buku yang bisa bikin Aku lupa sama dunia, dan segala kerumitan yang menyesakinya. And here it is, my new hobby.. Tadaa~~~

















Yeiiiyyy... Yap, this is my treasure chest. :3
Peti harta yang sangat-sangat berharga. Hhe..
Oke, aku jelasin. Jadi, hobi baru aku yang udah hampir satu tahun aku jalanin ini adalah ME-RE-JUT. Iya merajut, yang ngoprek benang pake satu jarum (crochet) atau dua jarum itu loh (knitting). Yang benangnya di lilitin pake jarum, yang sering ada di komik-komik Jepang ituu. Get it? Get it? Get it?

Aku juga bingung, kenapa bisa-bisanya punya hobi ngerajut. Sampai-sampai mamah pernah bilang aku kaya nenek-nenek pensiunan, kerjaannya ngerajut mulu di rumah. Hhi.. Padahal kan ngerajut itu bukan cuman buat pensiunan. Hufht -________-

Jadi, emang udah dari dulu aku penasaran sama kerajinan yang satu ini. Cuman ya gitu, berhubung aku tinggal di suatu kota yang bernama Banjarmasin, yang di sana itu agak susah yah kalau mau nyari bahan-bahan keperluan merajut, jadi rasa penasaran ini sempet terpendam bertahun-tahun. Sampai akhirnya di awal semester 2 pas kelas 3 SMA, aku nekat nyari perkakas rajut sama temen aku, namanya Apriyani Puspa Dewi. Eh nemu, ya udah habis itu iseng-iseng kita ke Gramedia, nyari buku panduan gitu. Pas udah lengkap semua, mulai lah proyek belajar merajut kami.

Yang lucu selama proses belajar ngerajut itu, mendadak ngerajut jadi 'booming' di angkatan aku. Hhi.. Pada banyak yang ikut-ikutan pengen belajar juga. Padahal kita juga masih garuk-garuk kepala nyoba mahamin panduan yang ada di buku. Meski Alhamd akhirnya sukses juga (ง`.´)ง .
Wahh, karya pertama aku tuh pokoknya Astagfirullah banget. Mencong san-sini, hhi.. Pengen di upload tapi sayang aku tinggal di rumah. Hhe...

Yang miris kalo di inget-inget itu, jauhnya perbedaan harga benang di Banjarmasin sama di Bandung (Iya sekarang aku di Bandung, tepatnya di Jatinangor). Bayangin aja, awalnya aku kira harga 16rb buat benang segulung (benang katun) itu yah emang udah segitu. Taunya pas sampai sini, aku beli benang harganya cuman 8-9rb. Jauh banget kan :( Hhu..
Tapi ya itu namanya perjuangan kali ya (sok bijaksana). Hhi..

Selama setahun ini, mati-matian belajar ngerajut. Padahal waktu itu kondisi udah mau Ujian Akhir Nasional, sama mau tes SNMPTN. Tapi akunya malah sebodo amat, tetep anteng belajar ngerajut di sela-sela semua kericuhan menjalang tes. Belajar dari mulai nyoba-nyoba sendiri, liat panduan di buku, sampai akhirnya nyari panduan di youtube. Iya, selama belajar itu, aku ngga punya tutor yang ngajarin sama ngejelasin secara langsung. Jadi ya gitu, lama proses belajarnya. Soalnya belajar sendiri. Thanks to YouTube yang ternyata nyediain berbagai macam tutorial Crochet and Knitting. :'

Yah begitulah, selama suka duka yang belum berakhir ini (Harus bisa bikin sweater, vent, kaos kaki, sama sarung tangan!) banyak deh kenangannya. Gak kerasa aja tau-taunya udah setahun. Hhi..
Dan inilah prakarya yang berhasil aku buat selama ini..
Jeng~~ Jeng~~

1. Japanese Doll
Ini aku juga dapet tutorialnya dari internet. Hhi.. Cuman berupa pettern sih dapetnya, tapi Alhamd berhasil mengaplikasikannya sampai jadi boneku unyuuu~~ begini.
Hhu.. Jadi terharu :' 






2. Syal
Iyaa ini syal >.<
Meski sejujurnya, ngga akan muat dililitin di leher. Huuuhhh. Iya ini syalnya kependekan. Entah kenapa, benangnya udah habis duluan sebelum sampai di panjang yang diinginkan. -___-
Tapi ya sudahlah, yang penting ini syal jadi. Oh iya, ini pakai teknin Knitting ya, bukan Crochet.



3. Handphone Case
Ini ceritanya tempat HP. Tapi  karna aku sendiri ngga suka pake tempat HP. Jadilah akhirnya ngga kepake. Sayang juga sih sebenernya. Akhirnya malah aku jadiin wadah permen. :3




4. Pencil Case
Ini tempat pensil, yang waktu di pake akhirnya malah kotor kena tinta. Dan tintanya ngga bisa hilang -____-
Salah juga sih milih warna putih buat kotak pensil. Hhe.. :B







5. Kotak Pensil Motif Anak Tangga
Tadinya sebenernya ini pesenan temen. Tapi di tengah jalan proses pembuatan, mendadak dia berubah pikiran tentang motifnya. Daripada dibongkar, akhirnya aku jadiin aja. Terus di pake sendiri deh.
 6. Pita
Ini benda paling simple, paling gampang yang semua pemula juga bisa kayanya. Iya soalnya emang beneran gampang banget. Tinggal bikin persegi panjang, terus di satuin ujungnya. Habis itu bikin tengahnya, terus di iketin. Tapi biarpun gampang, aku suka hasilnya. :)



7. Boneka Voodo (?)
Hah? Boneka Voodo?
Ehm, bukan sih sebenernya. Tapi berhubung banyak yang komentar begitu, jadilah aku namain dia boneka voodo. Padahal lucu (?) gini kan bonekanya. Emang dasar pada sirik aja tuh yang ngomong gitu. : p





8. Gantungan Kunci Huruf
Yeiiiiyy, inilah dia hasil karya yang sebenernya masih dalam rangka uji coba. Hha..
Banyak yang nyangka ini sebenernya boneka orang yang ngga ada kepalanya. Heran juga kenapa pada mikir gitu. Padahal jelas-jelas ini huruf 'K'. Kenapa K? K itu buat Kempo. Liat kan motif di tengahnya? :)





Okee...
Sejauh ini hanya itu prakarya saya yang masih saya pegang. Sisanya Alhamd udah berpindah tangan ke mereka yang lebih membutuhkan (?). Semoga aja di jaga baik-baik yaa :'

Jumat, 04 Januari 2013

Elang & Bidadari

Hari ini lagi-lagi menyerah pada godaan setumpuk novel yang ada di kamar. Padahal ada bayang-bayang UAS yang menanti. H-4, Oh My Good!
Ahh baiklah, lupakan UAS sejenak. Sekarang lebih baik kita membahas tentang Novel ini. Novel yang dengan suksesnya merampas seluruh perhatianku.

" Elang dan Bidadari

Ber-setting di Seoul-Korea Selatan. (Kalau kamu mulai membayangkan cerita-cerita fiksi dengan peran utama boyband ataupun girlband Korea, just Stop It! Okay? Karna kamu salah besar. Benar-benar salah besar.) Bisa kita lanjut? Baiklah..

Sekali lagi, ber-setting di Seoul-Kore Selatan, novel ini berkisah tentang Jingga, mahasiswa asal Indonesia yang mengikuti program budaya Korea di Hankuk University Foreign Studies. Whats so special about that?  Pasti kalian bakal bertanya-tanya. Mahasiswi Indonesia, di negeri orang, jauh dari tanah air, sudah bukan cerita yang asing bagi kita. Tapi, yang berbeda dari seorang Jingga adalah, bahwa dia adalah seorang Muslim yang taat beribadah, yang memegang teguh prinsip-prinsip Islam selama hidupnya, dan yang jelas mengenakan jilbab sebagaimana mestinya.

Pertama kali menginjakkan kaki di bandara Incheon, Jingga harus menghadapi tatapan-tatapan curiga dari banyak orang dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul akibat penampilannya. (Rasanya pengen banget sewot sama orang-orang asing yang dikit-dikit curiga gara-gara liat jilbab yang kita kenakan. Tapi, what can we do? Hufht..). Bahkan di apartemen yang Ia tempati, dan di kelas tempatnya studi, Ia juga harus menerima perlakuan tidak mengenakkan dari beberapa orang yang memandang sinis agamanya.

Namun tidak semua orang membencinya karena agamanya. Dia juga bertemu dengan banyak orang yang baik padanya. Seperti Kim So-Eun dan Kim Jun-Su ~ dua bersaudara Kim yang menjemputnya di bandara,  Prof. Lee Won-Ji ~ yang menjadi tutornya selama Ia berada di sana, juga teman-teman sekelasnya seperti Pretty, Naoki, Nikita, dan Pierre. Bahkan Kim Young-Han, yang selalu bertemu dengannya dalam situasi yang tidak mengenakkan, tanpa disadarinya selalu mengawasi Jingga dengan tatapannya yang sedingin es.

Di Tanah Ginseng, Jingga bukan hanya harus bertahan memerjuangkan norma dan nilai yang dia anut, tapi juga berjuang melawan perasaan dari masa lalunya yang ternyata mengikutinya hingga Seoul. Di tambah perasaan baru pada sesosok pria yang terus membantunya selama Ia berada di sana. Namun, yang di sadarinya tidak akan bisa menjadi imamnya di masa depan (Iyalah, agamanya aja udah beda).

Sejujurnya, novel ini cukup menarik. Karena di saat saya mulai bosan, selalu ada yang membuat saya mengurungkan niat untuk menutup novel ini, dan kembali pada bahan-bahan kuliah yang sedang menanti untuk di lahap. Tapi, sayangnya perjuangan Jingga sebagai seorang Muslimah di Tanah Ginseng kurang mendapat perhatian yang lebih dari penulis (Maaf ya mbak Puput). Malah lebih cendrung bercerita tentang kisah cinta itu sendiri.

Aku lebih suka bagian perjalanan Kim Young-Han. Perubahan-perubahan yang terjadi pada dia selama cerita bergulir, dilema yang terus dia hadapi di dalam hati, perseteruan dia dengan keluarganya (terutama Almarhum ayahnya, dan kini kakaknya), dan kebingungan dia waktu dia sadar udah ketiduran di depan pintu apartemennya Jingga. Karna menurut aku, emosi seorang Kim Young-Han lebih terasa, dibandingkan emosinya Jingga.

Tapi, pada akhirnya semua kembalai pada selera pembaca kan? Intinya dari 5 bintang, aku kasih 2 buat buku ini.
See yaa~~~