Rabu, 31 Oktober 2012

Yang tak teraba

Dalam diam ada amarah yang tak terucap oleh kata
Dalam senyuman ada rindu yang mengalir hangat
Dalam tawa ada air mata yang bersiap meluncur
Dalam sorot mata ada cinta yang tak teraba

Tak terbaca
Tak terlihat
Bersembunyi dengan rapi

Hanya satu diantara seribu yang mengerti
Hanya sedikit yang mampu melihatnya
Namun,
Berapa orang yang peduli?
Mungkin tidak ada...

Jatinangor, 17 September 2012

Senin, 29 Oktober 2012

Teruntuk Anda, Inspirasi Kami ♥

Teruntuk Anda, inspirasi kami..
Ahh, bukan hanya kami anak muridmu di IPA3,
Namun mungkin seluruh murid yang hidupnya pernah Anda sentuh..

Orang bilang, manusia yang baik hidupnya singkat. Nyatanya memang benar adanya seperti itu.
Orang bilang, batas antara kehidupan dan kematian sangat tipis, tak terlihat oleh kita manusia. Faktanya, kita memang tidak pernah tau, kapan ajal akan menjemput kita.
Entah besok, lusa, atau mungkin saat ini, satu detik setelah ini.

        "Perpisahan selalu berjalan beriringan bersama perpisahan."

Entah siapa yang pertama kali mengucapkan kata-kata seperti itu. Yang ku tau, kata-kata itu adalah gambaran yang sangat tempat untuk keadaan ini.

Ibu Misliani, guru, Ibu, sahabat, entah sebutan apa lagi yang bisa ku gunakan untuk menggambarkan Beliau. Betapa terkejutnya aku pagi ini, saat aku baru akan memulai hari, aku mendapat berita duka tentang Beliau. Kabar kepergian Beliau, yang kurasa terlalu cepat, sontak merenggut seluruh semangatku menghadapi hari ini. Bukan.. bukan aku yang terlalu berlebihan. Namun memang begitu adanya.

Satu-persatu, ku baca timeline Twitter. Memastikan bahwa informasi yang ku dengar tidak salah. Namun semakin ku baca, semakin lemas tubuhku rasanya. Semua mengucapkan hal yang sama, semua menuangkan duka dalam untaian kata yang singkat, puluhan-ratusan bahkan mungkin ribuan. Setiap orang seakan tak puas hanya mengucapkan satu kalimat tentang Beliau. Semua orang berbagi duka, di tengah jarak yang membentang, dalam satu wadah, Social Media.

Aku terpaku membaca semua. Tetes air matapun tak lagi kusadari kehadirannya. Perlahan, jariku ikut menari pagi ini. Menari dalam lagu rindu, mengetikkan duka yang sama, yang juga kurasa karena kepergian Beliau. Mengetikkan sesal yang sama, sesal akan jarak yang terbentang memisahkan. Menghambat asa ku untuk berlari, menuju tempat Beliau. Bertemu untuk terakhir kali.

Teruntuk Anda, inspirasi kami..
Satu tahun kebersamaan dalam ruang XI-IPA3. Setahun Anda membimbing kami, memahami matematika. Ya, matematika.. Momok terbesar sebagian besar anak sekolah. Namun bersama Anda, Ia tidak lagi semenakutkan dan serumit itu.

Ahh, masih terbayang semua kenangan itu. Saat-saat Anda mengajari kami dengan penuh kesabaran. Saat-saat Anda menjelaskan dengan gaya yang tak membuat kami jemu. Dan saat-saat ketika Anda menyuruh kami yang tak mengerti untuk maju dan mencoba. Suara lembut Anda yang tak pernah mengeluarkan amarah sedikitpun kepada kami, meski kami terkadang begitu menyebalkan. Ahh, satu lagi. Saat kami menyanyikan lagu untukmu. Pada hari persembahan untuk guru. Benar-benar terngiang dalam benakku pagi ini, saat-saat itu.

Teruntuk Anda, inspirasi kami..
Wali kelas XI yang sangat kami sayangi. Mungkin yang paling kami sayangi di antara yang lain.

Hanya satu tahun, lalu Anda tak lagi mengajar di sekolah kami. Berpindah ke sekolah lain, yang lebih dekat untuk Anda jangkau. Namun sangat berarti bagi kami.
Bahkan setelah itupun, masih sering kami singgah ke tempat Anda, hanya untuk sekedar bercerita singkat tentang hari-hari kami. Hanya untuk sekedar kembali berbagi tawa dan kehangatan bersama Anda.

Teruntuk Anda, inspirasi kami..
Kini kami hanya bisa berdoa untukmu di sana. Semoga seluruh kebaikanmu memudahkanmu melalui proses menuju surga Allah SWT. Mengirimimu doa yang tak putus, seperti ketika kami mendoakan kedua orang tua kami sendiri.

Nasiihat-nasihatmu akan selalu terkenang. Memberi kami semangat untuk terus maju, menyongsong masa depan entah yang seperti apa bentuknya. Menguatkan kami, dalam setiap lelahnya kami berjuang dan berusaha. Entah dalam perantauan, ataupun yang tetap dalam lingkup yang sama.

Memories, is the least that I have about you. But, that will be my treasure..
My important treasure.. :"

Minggu, 28 Oktober 2012

Antara jarak & kita

Aku masih membayangkan senyumanmu di setiap purnama yang ku lalui
Aku masih membaui aroma tubuhmu di setiap malam-malam sepi
Masih terngiang halus suaramu memanggil namaku
Sayupp, namun memori itu masih ada

Ahh, sudah berapa juta detik kita tak bertemu kasih?
Berapa purnama yang harus ku lalui tanpamu?
Masih berapa banyak lagi hari yang harus ku lalui dalam kerinduan?
Hingga kita dapat memadu kasih lagi,
Bersama..
Seperti dulu..

Jujur,
Kadang terbersit rasa bosan dalam penantian ini kasih
Namun,
Waktu tak pernah mampu mengikis namamu dari hatiku
Meski kini memori itu tak setajam dulu
Namamu menggelora di dalam hatiku..
Masih menghangatkan setiap dingin sukmaku yang merindu

Aku rindu kasih,
Rindu dirimu yang nyata..
Bukan hanya pantulan dalam layar komputer
Bukan hanya suaramu yang berbicara dari sebrang sana
Aku rindu dapat menyentuhmu,
Lagi..
Seperti sebelum jarak membentang di antara kita

Jarak..
Ahh.. berapa kali lagi harus kita timpakan segala kesalahan padanya?
Bukankah jarak tak pernah bersalah pada kita,
Pada hubungan ini..
Kitalah yang selalu mengatasnamakannya dalam setiap pertengkaran yang terjadi

Ahh, waktu yang singkat dalam setiap pertemuan..
Haruskah selalu berisi caci-maki, air mata, dan murka?
Aku tak mau begitu,
Aku ingin menikmatinya, menyimpannya, sebagai bekal ku menghadapi kesendirian ku berikutnya
Aku ingin meresapinya, agar di setiap hari-hari berikutnya tanpa dirimu di sisiku,
Masih dapat aku merasakan kehadiranmu..

Kasih,
Bila di pertemuan selanjutnya,
Masih tersisa namaku di hatimu,
Bisakah kita bertemu dengan penuh cinta?
Tanpa amarah yang menimbulkan luka..
Bisakah kita berbicara dengan tenang?
Tanpa emosi menguasai jiwa..
Agar dapat kita lihat kasih,
Jauh di dalam diri kita,
Seberapa besar cinta yang masih ada..

Sabtu, 27 Oktober 2012

Memori manusia, rapuh..

Masih terngiang di dalam kepalaku isi khutbah saat sholat Eid.. Membicarakan tentang 6 pertanyaan yang sering kali kita, manusia, gumamkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun sering kali tidak kita temukan jawabannya.

Namun yang paling menyentakku adalah, kalimat bahwa "Selama berada dalam Ridha Allah kita akan baik-baik saja." Ahh, sering aku melupakan hal itu. Bahwa Allah akan selalu menjaga kita, umat-Nya, bila kita tetap berpegang teguh pada ajaran-Nya, pada agama-Nya.

Ahh, sering aku terlarut dalam rasa sedih dunia. Entah itu karena cinta, ataupun hal lainnya. Terlupakan olehku bahwa mungkin saja, apa yang aku inginkan tidak sejalan dengan Ridha Allah. Mungkin saja, apa yang aku mau memang memerlukan pengorbanan yang tak mudah.

Satu lagi kalimat yang membuatku malu adalah "Hidup adalah ujian. Jika kita berani hidup, maka kita harus berani di uji. Tapi bila kita tidak mau di uji, maka lepaskan saja hidup kita." Tertohok rasanya mendengar kalimat itu. Berapa kalo selama hidupku, aku mempertanyakan Tuhan, karena ujian yang diberikannya dalam hidupku? Padahal, bukankah Ia memberi kita ujian, karena Ia menyayangi kita. Bukankah setelah kita di uji, dan kita berhasil melaluinya, diri kita akan terangkat, menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.

Ahh, betapa rapuhnya ternyata ingatan seorang manusia. Hingga melupakan bahwa selalu ada hikmah di balik segala duka. Betapa lemahnya kita, yang sering melontarkan keluhan ketika hidup menjadi rumit. Padahal, rumit hanyalah sugesti yang kita beri pada diri kita sendiri. Bila kita mampu menghadapi semua dengan tenang, tentu segalanya akan menjadi lebih mudah.

Semalam, aku juga kembali diingatkan, bahwa musuh kita dalam hidup hanyalah syetan. Bukan sesama manusia. Tidak sewajarnya jika kita, membenci sesama manusia, karena mereka bukanlah musuh kita, melainkan rekan yang dengannya kita akan saling mengingatkan, saling menopang, dan saling berbagi ilmu.
Betapa seringnya kita berkelahi sesama manusia, saling membenci, saling mencaci-maki, saling melukai. Padahal, bukan sesama manusia lah musuh kita, melainkan syetan, yang sering kali membisikkan pada diri kita agar kita berkelahi dengan sesama, agar kita melupakan Tuhan kita, agar kita hanya menikmati dunia dengan segala godaan yang dimilikinya.

Ahh manusia, rapuhnya kita dengan segala kealpaan yang sering kita lakukan. Masih kah kita akan terus bergumul dalam rasa yang kita cipta sendiri, sedih, marah, duka, luka. Atau mampukah kita mengubah semuanya, mengikhlaskannya sebagai rahasia dan ujian dari Allah, lalu menjalani segalanya dengan kuat dan tegar, di dalam jalan yang diridhai-Nya.

Kamis, 25 Oktober 2012

Gugur..

Rasa ini, tak perlu ku umbar lebih jauh lagi
Tak perlu ku suarakan lebih keras lagi
Tak perlu jua ku siram lebih subur lagi
Cukup ku tatap, hingga perlahan ia akan layu dengan sendirinya
Gugur.. bersama dedaunan..
Meresap ke dalam tanah dengan sewajarnya..
Namun bukan nya menyisakan duka,
Aku berharap ia akan menjadi semangat untuk aku melangkah maju..

Rasa ini, tak perlu ku telusuri lebih dalam lagi
Tak perlu ku cari arti keberadaannya
Cukup aku yang memastikan sendiri,
Sebagai apa dia akan ku pertahankan..
Entah ia harus terus tumbuh, ataukah gugur dengan indahnya..
Hanya menyisakan memori yang tergores di hati
Jejak kenangan yang tak akan pudar tergerus jaman
Namun tetap hanyalah kenangan
Bukan masa depan..

Rabu, 17 Oktober 2012

Tetes Hujan

Tik.. tik.. tik..
Apa kamu mendengarnya?
Hujan tengah turun di luar sana..
Ahh bahkan dia tengah turun di sini, di dalam kamarku..
Bukan, bukan lubang di atap yang membawa hujan memasuki kamarku
Namun mataku yang membawanya, seirama dengan tangis langit di luar sana

Tik. tik.. tik..
Ahh, suaranya membuatku gila,
Aku ingin menghentikannya, tapi ia turun dengan sendirinya
Mengalir, semakin banyak...

Tik.. tik.. tik..
Kini aku ingin tertawa, sekeras-kerasnya,
Begitu kerasnya hingga aku akan merasa bahagia karenanya
Begitu kerasnya hingga tetesan hujan ini akan berhenti
Begitu kerasnya hingga setelah itu, aku hanya akan tersenyum
Namun anehnya, tetes hujan ini hanya semakin deras mengalir

Senin, 15 Oktober 2012

Abu-abu

Hai kamu, apa kabarmu di sana?
Di sini aku masih menipu diriku sendiri, berpura-pura telah berhenti mengejarmu
Meyakinkan diri bahwa mencintaimu hanyalah candu sesaat,,
dan menyayangimu hanyalah khayalan yang tercipta dalam kabut kesendirian,
semu dan rapuh..
Serapuh aku di sini,, yang ternyata masih hancur berkeping-keping mendengar namanya meluncur dari mulutmu..
Yang ternyata masih menangis dalam kegelapan, membisikkan namamu lirih..

Kamu tau, semenjak mencintaimu aku menjadi abu-abu, bukan lagi hitam ataupun putih..
Aku bahagia melihatmu tersenyum, tapi ada yang menusuk-nusuk tajam, mengetahui dirimu tersenyum bukan karena aku..
Aku tersenyum menatap binar matamu, namun menyakitkan menyadari yang ada di dalamnya dan menyalakan binarnya bukan diriku..