Sabtu, 25 Februari 2012

Till We Meet Again

_Menjemput Cinta di Austri_
a novel by Yoana Dianika the third winner of "100% Roman asli Indonesia"

"Apakah aku bisa sedetik saja berhenti memikirkan dirinya? Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku jatuh cinta, tetapi ragu dan malu untuk menyatakannya."

Ommooo~~
Ini novel bener-bener sangat wajar buat jadi juara!!!
I wanna be like u unni!!!

Diksi Yoana unni is absolutely great!!
Kata-katanya simpel tapi gak biasa, berisi dan bikin yang membaca mengalir...

Latar tempat yang di ambil Austria, jauh dari Indonesia. Tapi penggambaran yang ada di novel ini bener-bener jelas banget. Sampai sejarahnya juga detail. Seolah-olah Yoana unni ngalamin itu sendiri.

The point is,
YOU SHOULD READ THIS BOOK!!!
:D

Okay,
Let's check my resume...
.. _ .. _ ..
Diawali dengan cerita tentang seorang gadis bernama Elena Sebastian Atmadja, yang merupakan anak dari Sebastian Atmadja dan Esther Nikolaidi. Ibunya, Eshter, merupakan seorang wanita berdarah Austria murni. Mereka menetap di Wina, sampai suatu hari sebuah kecelakaan pesawat mengubah semuanya. Eshter meninggal, dalam perjalanan pulang menuju Wina. Rapuh setelah kehilangan istrinya, Sebastian membawa Elena kecil kembali ke Indonesia, kampung halamannya. Menjauh dari semua kenangan tentang wanita yang memiliki separuh hatinya.

Sebelum berangkat, Elena sempat bertemu dengan seorang anak laki-laki yang bermata kelabu indah. Bocah itu membantu Elena mencari benda peninggalan ibunya yang tak sengaja ia jatuhkan. Meski awalnya Elena merasa bocah itu memermainkannya, pada akhirnya hatinya terjerat oleh kehangatan dan ketulusannya. Sayangnya Elena hanya sempat sekali bertemu dengannya, tanpa pernah tau namanya.

Tapi darah selalu lebih kental dibanding air. Elena kembali ke Wina, untuk melanjutkan impian mamanya, mimpinya, dan melanjutkan kuliah seni musik yang diikutinya. Bukan hanya itu, Elena yang masih terbayang pahlawan kecilnya berharap akan sebuah keajaiban yang terkadang tak dapat dijelaskan oleh kata-kata.

Di sana Elena bertemu dengan Kimiko dan Dupont, teman seapartmennya. Hans yang selalu terlihat dewasa, dan Chrish yang selalu bisa membuatnya tertawa. Bahkan Natalie yang paling dibencinyapun ikut mengisi hari-harinya.
.. _ .. _ ..

Thats all I guess,
Gak rame kan kalo aku yang cerita semua?
:P

Selasa, 21 Februari 2012

Tentang Cinta

Tentang rasa yang tak dapat tersentuh oleh kata-kata
Tentang ilusi bahwa keabadian itu nyata
Tentang jiwa yang mendamba untuk bersatu
Tentang rindu yang terlipat di sela-sela waktu yang berjalan
Tentang kasih sayang yang tulus memberi
Tentang janji kesetiaan tanpa akhir
Tentang terluka namun masih menanti
Tentang memaafkan tanpa syarat
Tentang diriku dan dirimu
Itulah cinta yang kutau

Jumat, 10 Februari 2012

No Title 01


Hey,
Are you lonely?
Did you still feel alone?
Even when your friend standing around you
Did you feel like holding all your tears when you laugh?
Or maybe you feel like a doll...

Yeah I know...
Thats suck right?
Thats a big problem I guess

You didn’t even sure where you can share your problem
Maybe you didn’t even sure what did you feel
Sometimes your tears just fall freely
Without any permission
They just go out and make you looks not good

Then sometimes,
You just feel angry with everything that didn’t going well in your life
But you know you can’t angry with God cause you realize,
That He know what you need better than you
And that just make you angry more than before to yourself

Deep in your heart,
You know you didn’t want to be like that
But it just be like that and you can’t control your self
It seems normal, as normal as your existence in this word

People said,
Experience build your behavior and you can’t control that 100%
Yes thats exactly right!!!
When you are a kid,
You still pure and naive...
Then one days, you will face a trial
Everything being important to build your character

But if that effect doesn’t good
You can’t change that perfectly in this age
Some people stuck and didn’t want to realize that they have a dark side
A weak side, in their self...
But they do, like everyone do...

Its easier to avoid that
But the best thing is to decrease that...
At least,
You try to be better...

*Kata-kata ini ditulis dalam rinai hujan dan gelapnya malam

Kamis, 09 Februari 2012

Jerat Dunia


Bagiku membaca itu seperti bernafas
Tanpanya aku tak akan bertahan di dunia
Ragaku menjelma cangkang kosong
Tanpa jiwa yang mengisi

Membaca itu seperti bermimpi berkeliling dunia
Kau tak perlu membayar
Hanya perlu imajinasi sebagai karcis masuk

Bagaikan candu dunia yang menjeratku
Membuaiku dengan kata-kata manis nan puitis
Melambungkan ku ke atas langit ke tujuh
Terbang bersama para bidadari surga

Tali tipis nan sekuat baja
Perlahan merayap, melilitku tanpa keraguan
Seolah mengerti tak akan ada penolakan
Seolah menyadari bahwa ku tak kuasa melawan

Merebut kuas kanvas hidupku
Mengisi nya dengan warna-warna pelangi

Dewi Lestari that we know as "Dee"

I'm not a critical reader,
I just enjoying that thing like I breath every seconds in my life...


The writer is not important,
Did they good looking??
Did they rich??
Did they famous??
Did they perfect??


No... No... No...
Thats not a big deal for me as long as they can make a good book...
Okay, thats not the things that I wanna tell you here actually... :D


Dewi Lestari, as we know as "Dee"
For you that was a reading holic, I'm pretty sure that you know her...
*but honestly I didn't know her even I have one of her books for a long times before


It's started when my teacher teach us about poem,
Then she started to tell us every name that was a good writer...
Then she said her name, *no, not my teachers name*
*Dee, or Dewi Lestari. She is one of a good woman writer in Indonesia. One of her books are being a controversy. Thats because she has a courage to write something that people thing 'tabu' in our culture."
I remembered that she said one name again, but I can't reach that in my brain... Hheh :)


Then my friends asked me if I had one of her books,
at that time I just said no, and feel excited with Dee just like my friend
I think, the one that could make a controversy just because of her words, is absolutely a good writer...
Thats mean she can make the reader think the same thinks with her...


But even I curious about her, I didn't think to search about her in internet *hellloooww idup di mana lo?!*
I feel like I live in 19th century that time *sigh* -__-


Then one day, I'm looking at my bookcase *ouwch my lovely bookcase*
Where I put all my love there, the place that could make me happy just with looking at that...
My beloved bookcase that I see before I sleep and I see when I wake up...
The only thing in this world *di dunia loh ya di dunia* that can compete with all man...
If a lot of girl spent their money for a dress, shoes, jewelry, or something like that,
I will spent my money for books...
Arrggghh okay stop it! It's not about me now...


And voillaa...
Surprise!!!
I found "MADRE", that was one of a lot of my favorite books :D
One thing that makes me feel so idiot is that the writer of Madre is Dee!!
Oh!! My!! Gosh!!
I can't believe this, how could this happen to me???
I do read her books before but I didn't realize that for a long time
How stupid am I??? *sigh*


I can't remember how long I stand there with Madre in my hands,
I just still amaze with all of that...
But one thing that I realize that she is exactly a good writer
Before I know that she write Madre,
I do like that books...
Her words are easy but poetic, you can find yourself like watching that event happen in front of you
*or maybe its just for me? a dreamer girl~~*


Okay, once more its not about me... --"
We are talking about Dee, a writer from Bandung (gyaa!!!)...
She was a singer before she started to write...
Her first novel is "Supernova Satu : Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh" that had been being translated into English version *Whoaaahhh! Standing applause*
Then "Supernova Dua : Akar", it was become a very controversial books. Hindu's people complain about their symbol that appear in the cover. *it's hard*
The last book of Supernova is Petir...


I'm looking for this book,
But I can't find that anywhere...
Even my sista can't find that in Malang...
Oh my... :(


So, the point is,
Anyone who has this book please tell me!!
Okay???
;)

Rabu, 08 Februari 2012

Korean

Suddenly,
I've being a K-Pop lovers...
Gyaa!!! I can't believe this!! :o

Sebenernya bukan tiba-tiba sih,
tapi entah kenapa sekarang lebih AMAZE aja! :D
You know, I think it's more fun than watching our soap operas
Bayangin aja gimana rasanya kalo tiap nyetel tipi yang muncul cerita yang isinya,
Orang amnesia, kecelakan mobil, kecelakaan pesawat, tonjok-tonjokan, berebut harta, rebutan suami
Gosh...
I'm tired of that...

And the most annoying thing is watching a dream that they make,
That you can falling in love with someone just b'cz you hit him/her on the stairs?? :lol:

For you that still underestimate K-Pop,
just try to see them from the different point of view...
Banyak yang suka K-Pop karna tampang mereka, *I'm not naive, I do like that*, tapi itu cuma nilai plus doang bro!
Kalo kalian denger lagunya sebelum liat orangnya,
kalian juga bakalan suka kok! *dan jangan mulai pasang tampang underestimate*


Apalagi,
Drama mereka lebih banyak variasi nya...
*Pssttt... Nyokap aja suka drama Korea!*


Nah, sebenernya bukan itu aja
Mereka juga sering bikin acara reality show yang asik banget
Meski tema umumnya sama, isinya nggak gitu2 aja...


Salah satu yang aku suka itu acara Hello Baby,
Di situ para b-bands or g-bands di tantang buat ngerawat baby *baby bro baby* selama beberapa minggu
Could u imagine that???


And the best part is that the baby is so cute!!!
Nyuuuu~~~~


This is some pict of them,

This is Shinee Baby!! "Yoogeun" 
Kawaiiii :3






This is MBLAQ Baby!! "Lauren, Da Young, and Leo"" 
Cutiiieee :3


Interested??
I hope so,
Don't wait until tomorrow!
Watch them right now!!

;);)

Senin, 06 Februari 2012

Maaf yang tak sampai


            Malam itu hujan turun dengan deras. Suara guntur menggelegar di luar sana, sementara itu aku tengah duduk di dalam sebuah kamar. Duduk berhadapan dengan seorang pria yang umurnya nyaris sama sepertiku, hanya saja rambutnya yang telah banyak memutih membuatnya nampak lebih tua. Kutatap matanya yang terlihat sedang menerawang, dengan sabar menunggunya mulai bercerita.
            “Namanya Ahmad…” gumam pria itu memulai.
            “Namanya Ahmad, dan dia adalah seorang pria yang tampan. Dia tidak berasal dari keluarga yang kaya. Namun hal itu tidak membuatnya merasa minder. Sebaliknya hal itu membuatnya menjadi seseorang yang pekerja keras dan pantang menyerah.”
            Setelah itu dia berhenti berbicara, seperti tengah mengingat-ingat apa yang akan diceritakannya kepadaku. Matanya masih terfokus pada sesuatu yang jauh.
            “Dia seorang anak yang berprestasi. Selalu mendapatkan peringkat tertinggi di kelasnya. Semenjak SMP dia mendapat beasiswa di sekolah terfavorit di kota kelahirannya. Ahmad, seorang murid kebanggaan para guru. Selulusnya dari SMU dia melanjutkan kuliah di universitas ternama, lagi-lagi berkat beasiswa.” lanjutnya.
            Lagi-lagi dia terdiam, membiarkanku menunggu beberapa detik untuk mendengarkan kelanjutan ceritanya. Dengan tidak sabar aku menunggunya membuka mulut kembali. Kuhentakkan kakiku sambil melirik kearah jam tangan yang melingkar di lenganku.
            “Bukan hanya pintar, dia juga sangat pandai bergaul. Teman-temannya menyukai sifatnya yang ramah dan hangat. Semua orang ingin berada di dekatnya. Pendek kata dia adalah seorang anak yang nyaris sempurna. Setelah lulus kuliah dia pindah ke ibukota. Mencoba mengadu nasib di kota yang menurut sebagian orang keras pada pendatang. Meski ibunya memintanya untuk tinggal, dia tetap bertahan pada keinginannya untuk bekerja di Jakarta.”
            “Karir Ahmad naik dengan cepat. Bahkan akhirnya dia menikah dengan putri direktur utama di perusahaan tempatnya bekerja. Kehidupan pernikahannya bahagia, mereka di karuniai dua orang anak. Pendek kata dia menjadi orang yang paling bahagia di dunia. Hidupnya lengkap dan sempurna.”
            Untuk yang kesekian kalinya dia berhenti bercerita. Kuperhatikan wajahnya yang semakin lama terlihat semakin murung, matanya mulai berkaca-kaca. Sungguh aneh, mengingat dia sedang bercerita tentang kehidupan seseorang yang bahagia.
            “Hidupnya begitu sempurna baginya. Walau sebenarnya hidupnya tidak pernah benar-benar sempurna. Karena tanpa di sadari dia telah berubah.”

*****

            Dering telepon terdengar nyaring. Ahmad yang saat itu tengah sibuk dengan berkas-berkas kantornya menoleh dengan kesal.
            “Bi! Angkat teleponnya!” perintahnya keras.
            Terpogoh-pogoh pembantu rumah tangganya berlari mengangkat telepon yang berdering, “Halo selamat siang, dengan keluarga Ahmad ada yang bisa di bantu?”
            “Assalammualaikum mba, mas Ahmad nya ada?” suara perempuan di seberang sana terdengar.
            “Oh ada mba, tunggu sebentar ya.”
            “Tuan, telepon buat Tuan.” seru Bik Ijah memanggil Ahmad.
            Setengah menggerutu Ahmad bangkit dari tempatnya,”Semoga itu telepon yang benar-benar penting.” gerutunya.
            “Halo.”
            “Halo mas Ahmad? Ini Ninuk mas.”
            Ahmad tertegun mendengar nama itu,”Ada apa kamu nelpon mas? Bukannya bulan ini mas sudah kirim uang ke rumah.”
            “Bukan mas, bukan masalah uang. Tapi Ibu ingin mas pulang secepatnya mas.”
            “Bilang sama Ibu mas ngga bisa. Kamu kan tau mas sibuk di sini.” seru Ahmad.
            Ninuk terdiam di sebrang sana, adiknya itu menghela napas panjang mendengar jawaban kakaknya yang seperti biasa selalu menolak bila di minta untuk pulang.
            “Mas, mas kan udah lama ngga pulang. Apa mas ngga kasian sama Ibu? Udah lama Ibu ngga ketemu sama mas.”
            “Kamu ini gimana sih. Sudah mas bilang mas sibuk, kenapa ngga ngerti-ngerti juga! Kalian sendiri yang menolak waktu mas ajak tinggal di Jakarta. Tapi sekarang malah memaksa mas buat pulang. Kamu harusnya ngerti, mas sibuk seperti ini buat kalian juga. Supaya bisa menafkahi kalian.” bentak Ahmad kesal.
            “Tapi mas…”
            “Ngga ada tapi-tapian. Bilang sama Ibu kalau mas sibuk di sini, jadi mas ngga bisa pulang sekarang. Nanti-nanti kan masih bisa.”
            “Tapi Ibu…”
            “Udah lah mas ngga mau berdebat. Mas lagi banyak kerjaan sekarang, jadi lain kali aja kita bahas.” potong Ahmad.
            “Assalammualaikum.”
            Bahkan sebelum Ninuk sempat menjawab salamnya, Ahmad telah meletakkan gagang telepon kembali pada tempatnya.

*****

            “Itu adalah kesalahan pertama yang dilakukannya.” lelaki itu menjelaskan padaku.          “Terlena oleh kehidupan yang dimilikinya saat itu, dia melupakan keluarganya yang selama ini mendukungnya. Bertahun-tahun dia hanya memberi kabar kepada keluarganya melalui telepon tanpa pernah pulang ke kampung halamannya. Berkunjung ke rumah orang tuanya sendiri yang selama ini telah merawatnya.”
            Kuakui aku mulai terhanyut ke dalam ceritanya. Membayangkan bagaimana perasaan rindu seorang Ibu yang bertahun-tahun tidak melihat anaknya.

*****

            “Pi, tadi ada telepon dari keluarga Papi.” isterinya memulai percakapan itu di meja makan.
            Ahmad yang tengah sibuk menyantap makan malamnya terdiam mendengar perkataan istrinya. Diletakkannya sendok dan garpu yang ada ditangannya.
            “Mi, bisa kan kita bicarain itu nanti.”
“Nanti kapan lagi Pi? Setiap Mami mulai membicarakan masalah keluarga Papi di kampung, Papi selalu berusaha menghindar.”
“Mi, Papi nggak menghindar. Tapi menurut Papi, belum waktunya Papi datang ke sana. Saat ini bisnis Papi sedang lancAr-lancarnya. Jadi lebih baik Papi mengurus bisnis dulu daripada membuang-buang waktu untuk mereka. Toh lagipula mereka sudah Papi kirimi uang setiap bulan.” seru Ahmad.
“Pi! Papi keterlaluan ya! Buat ngeluangin waktu demi keluarga Papi sendiri aja susah banget. Apa Papi lupa kalau mereka yang selama ini ngerawat Papi? Apa Papi ngga menghargai pengorbanan keluarga Papi selama ini? Kalau ngga ada mereka, apa Papi sekarang aka nada di hadapan Mami? Coba Papi pikirin baik-baik semua kelakuan Papi selama ini, dan bayangin gimana kalau anak-anak kita yang memperlakukan Papi seperti itu!”
“Selama pernikahan kita, ngga pernah sekalipun Papi mempertemukan Mami dengan keluarga Papi. Bahkan di hari pernikahan kita Papi melarang mereka untuk datang. Mami nggak habis pikir, setan apa yang sudah ngerasukin pikiran Papi.” lanjut istrinya.
Ahmad terdiam mendengar perkataan isterinya. Untuk pertama kalinya isterinya berteriak kepadanya. Baginya itu adalah pukulan yang sangat telak. Tapi egonya menahannya untuk mengakui kesalahannya, dia tetap bertahan dalam diam sampai istrinya meninggalkan meja makan.

*****

“Akhirnya Ahmad memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan pikirannya terus tertuju pada urusan kantornya. Hatinya sama sekali tidak tergerak untuk memikirkan keluarganya. Meski istrinya telah menceritakan berkali-kali mengenai kondisi ibunya yang disampaikan oleh adiknya, Ahmad tetap tidak bergeming dan memilih untuk tidak mempercayainya.”
Laki-laki itu mulai terisak. Perlahan tetes-tetes air mata turun di pipinya yang kini mulai terlihat tirus. Suaranya bergetar saat dia tengah berusaha melanjutkan ceritanya kepadaku. Hatiku bagai teriris belati saat melihat keadaannya itu. Ingin rasanya kupeluk tubuhnya dan menenangkannya, tapi aku tau hal itu tidak mungkin kulakukan.

*****

Mobil sedan yang ditumpangi Ahmad dan keluarganya sampai di depan sebuah rumah yang masih sangat familier di mata Ahmad. Rumah itu masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah sama sekali. Masih terlihat ayunan dari ban bekas yang dulu dibuatkan ayahnya untuknya. Bahkan rumah pohon sederhana di atasnyapun masih ada.
Perlahan Ahmad menutup matanya. Ingatannya kembali ke masa lalu. Saat terakhir kali dia kembali ke rumah itu bertahun-tahun yang lalu. Tanpa disadarinya hatinya yang selama ini dibuatnya membeku mulai mencair. Meski Ahmad berusaha mengingkarinya, sesungguhnya hatinya selalu merindukan keluarga dan rumah masa kecilnya. Hanya saja egonya terlalu besar untuk mengakuinya.
“Turun yuk pi.” bujuk istrinya pelan.
Dia hanya mengangguk pelan sambil melangkah turun dari mobilnya. Perlahan matanya mulai berkaca-kaca. Tapi dilihatnya suasana rumahnya terasab berbeda, banyak tetangganya yang datang dengan memakai baju berwarna hitam. Tiba-tiba tatapannya tertuju pada bendera kuning yang terpasang di pagar rumahnya. Luput dari perhatiannya karena dia terlalu sibuk dengan kenangan masa lalunya.
“Pi, siapa yang meninggal Pi?” Tanya istrinya khawatir di sisinya.
Digelengkannya kepalanya dengan gugup. Jantungnya mulai berdegup dengan kencang, seolah meyakinkan pikiran buruk yang melintas di kepalanya. Ragu dilangkahkannya kakinya memasuki pekarangan rumahnya. Orang-orang yang melihatnya datang sebagian langsung menoleh, ada yang melemparkan senyum menghibur, namun banyak yang menatapnya dengan benci.
Istrinya membimbing langkahnya yang mulai gemetar seiring jalan yang ditapakinya menuju rumahnya. Di ruang keluarga, dilihatnya adiknya tengah membaca surah Yasin. Lalu di hadapannya adiknya terbujur tubuh seorang wanita yang menjadi alas an istrinya memaksanya untuk kembali pulang. Detik itu juga, dunia sempurna yang dibangunnya hancur berkeping-keping.

*****

Air mataku menetes turun seiring dengan kisah yang dituturkan laki-laki di hadapanku. Kurasakan emosi yang sama mengalir dari kata-kata yang meluncur keluar dari mulutnya.
“Ibunya meninggal, sebelum dia sempat meminta maaf atas semua kesalahannya. Sebelum dia sempat mengenalkan keluarganya kepada ibunya. Sebelum dia sempat mengatakan betapa dia merindukan beliau. Dunianya runtuh saat itu juga.”
Aku hanya mampu menangis mendengarnya. Ku tatap wajah lelaki itu, perlahan senyum ganjil tersungging di bibirnya.
“Hahah… Itu adalah balasan yang setimpal untuknya. Untuk semua kesalahan yang dia perbuat selama ini. Bahkan adiknya tidak mengizinkannya untuk ikut mengubur ibunya. Hahah… Anak durhaka seperti dia memang tidak pantas berada di sana. Hahah… Harusnya dia yang mati, bukan ibunya.” lanjutnya sambil terkekeh-kekeh.
Lelaki itu mulai memukul-mukul kepalanya dengan kedua tangannya. Tangisnya semakin keras terdengar. Begitu menyayat hati, seolah menggambarkan duka yang tengah dirasakannya. Terselip tawa di sela-sela tangisnya. Tawa yang aneh, karena tidak diiringi kebahagiaan sebagaimana mestinya.
Ketakutan mulai menguasaiku. Terlebih setelah dia mulai berteriak-teriak dengan keras. Gemetar aku mulai bangkit berdiri, menuju pintu di sisiku. Perlahan aku keluar dari ruangan itu, menahan segenap kesedihanku yang selama ini selalu kutahan.
“Cepet sembuh Pi. Udah 2 tahun Papi ninggalin Mami sendiri kayak gini.” bisikku lemah.
Kututup pintu kamarnya. Menyusuri lorong rumah sakit jiwa tempat suamiku tengah di rawat. Berat rasanya melihat keadaannya saat ini. Tapi tidak ada yang bisa kulakukan selain berdoa untuk kesembuhannya.


~Fin~