Sabtu, 20 Juli 2013

"Kapan Punya Pacar?"

“Kapan punya pacar?” sebuah pertanyaan yang rutin ku dengar
Aku hanya mampu tersenyum simpul dan menjawab sekenanya
Setelah itu, larut dalam beragam rasa yang berkecamuk dalam diriku
Hari demi hari, orang-orang di sekelilingku mulai menemukan pasangan mereka
Namun aku masih saja sendiri..
Bukan, aku bukan remaja labil yang mengatasnamakan cinta di atas segalanya
Hanya saja, aku iri pada mereka.. Ya, iri..
Aku juga ingin menemukan dan ditemukan..
Lalu saling berbagi dan saling menopang dalam kesulitan..
Ku sabarkan hati dengan berbisik sendiri, “Mungkin memang belum waktunya untukmu.”
Namun tetap saja rasa sedih itu kembali muncul
Kadang terlintas di benakku, mungkinkah aku terlalu pemilih?
Mungkinkah aku terlalu memandang tinggi diriku sendiri?
Atau terlalu pemalu dan sulit didekati?
Entahlah.. Aku lelah memikirkannya..
Semakin hari kurasakan aku semakin larut dalam rasa sepi ini
Bisa kukatakan, aku kurang bersyukur
Lalu seorang sahabat mengingatkanku akan sebuah kalimat yang sudah kulupakan
Yang dulu ku pasang dan ku camkan baik-baik sebagai pengingat diri
Bahwa,
“Allah telah menciptakan api untuk menghangatkan diri kita,
tak perlu menunggu lengan yang tak kunjung datang mendekapmu..
Allah juga menciptakan pohon yang bisa menjadi sandaran kala kita terlalu lelah,
Tak perlu menanti punggung orang lain untuk melepas penatmu..
Yang terpenting adalah,
Allah ada untuk mendengarkan setiap keluh kesahmu, menampung setiap titik air matamu, dan menjawab setiap doa-doamu..”
Maka kupikir, untuk apa aku memikirkan takdir yang belum saatnya kujalani
Allah Maha Mengetahui mana yang terbaik bagi hidupku
Yang bisa kulakukan adalah berdoa dan berusaha, bukan memaksakan
Karna bukankah segala sesuatu yang berhubungan dengan kata ‘paksa’ tak pernah berujung baik?
Kini aku harus meringankan langkahku sendiri..

Menata diriku sendiri, hingga bila saatnya tiba aku bertemu dengan dirinya, pasangan hidupku kelak, dia tak akan menyesal memilikiku..

Selasa, 07 Mei 2013

Harry Potter and The Goblet of Fire

Judul : Harry Potter and The Goblet of Fire
Pengarang : J.K Rowling
Published 2007 by GPU
896 halaman

Ini adalah tahun ke-4 Harry di Hogwarts. Tahun ini Harry dan teman-temannya mulai memasuki gejolak masa muda. Masing-masing mulai tertarik dengan lawan jenis, masing-masing mulai merasakan rasa iri pada yang lainnya, namun masalah-masalah itulah yang akan mempererat persahabatan Harry, Ron, dan Hermione.

Diawali dengan kesenangan Piala Dunia Quidditch yang baru kali ini dirasakan Harry. Akhir liburan musim panasnya nyaris sempurna. Bersama keluarga Weasley dan Hermione, Harry menyaksikan secara langsung Piala Dunia Quidditch, Irlandia vs Bulgaria. Di lapangan besar, ribuan penyihir dari berbagai penjuru dunia berkumpul. Pengamanan anti-Muggle diterapkan di berbagai penjuru. Di sini, Harry bertemu dengan Viktor Krum, pemain Bulgaria, yang kelak akan menjadi kawan sekaligus lawannya.

Pertandingan yang dimenangkan oleh Irlandia berujung pada jerit ketakutan banyak penyihir. Keriaan berubah menjadi kengerian, ketika puluhan Pelahap Maut menampakkan diri di tengah-tengah perayaan. Disusul munculnya Tanda Kegelapan di langit malam itu.

Namun kejadian ini hanyalah pembuka dari kisah yang lebih seru dan menegangkan lagi di tahun ke-4 Harry ini. Tahun ini, adalah tahun di mana Turnamen Triwizard kembali diadakan, setelah seratus tahun berselang. Turnamen Triwizard adalah turnamen sihir dimana tiga utusan dari tiga sekolah: Hogwarts, Beauxbatons, dan Durmstrang bersaing untuk memperebutkan Piala Triwizard dan uang 1000 Galleon.

Sebelum hari pemilihan tiba, hari-hari Harry di Hogwarts berjalan seperti biasa. Ditambah dengan pelajaran Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang luar biasa sebenarnya. Harry menjadi satu-satunya murid yang berhasil melawan Imperius dalam pelajaran bersama Mad-Eye Moody. Selain itu, Harry dan Ron harus berhadapan dengan Hermione yang tahun ini tergila-gila dengan gerakan S.P.E.W-nya, Society for the Promotion of Elfish Welfare atau Gerakan Pembebasan Peri Rumah ala Hermione.

Hari yang ditunggu-tunggu datang, delegasi dari Beauxbatons dan Durmstrang telah tiba dan berkumpul di Hogwarts. Piala Api telah menentukan para wakil dari setiap sekolah, yaitu Fleur dari Beauxbatons, Krum dari Durmstrang, dan Cedric dari Hogwarts. Namun ketika seluruh hadirin mengira bahwa Piala Api akan padam, ia kembali memuntahkan satu nama; HARRY POTTER. Ya, bu J.K memang selalu bisa memunculkan pahlawan kita ini dengan cara-cara yang dramatis dan mengejutkan.

Pro dan Kontra bertebaran dalam memutuskan apakah Harry boleh mengikuti Turnamen ini atau tidak. Di satu sisi Harry masih di bawah umur, namun di sisi lain namanya telah keluar sebagai salah seorang peserta Turnamen Triwizard (bukan Triwizard lagi harusnya ya..). Meski dengan beragam protes dari berbagai pihak, Harry akhirnya tetap ikut berpartisipasi dalam Turnamen ini.




Parahnya, Harry harus dimusuhi oleh seluruh asrama selain asramanya akibat keikutsertaannya. Ditambah lagi Ron yang ikut menjauhinya karena merasa Harry hanya ingin menambah ketenarannya semata. Padahal Harry sama sekali tidak menginginkan hal ini. Ditambah lagi tiga tugas berat menantinya sebagai salah satu peserta Turnamen Triwizard.

Dalam tugas terakhir, mencari Piala Triwizard dalam labirin yang penuh tantangan, sebuah kejutan besar tengah menanti Harry. Piala Triwizard yang telah diubah menjadi Portkey membawa Harry langsung menuju Lord Voldemort.

Buku ke-4 ini sukses bikin gua tegang, meski berkali-kali dibaca. Di buku ini Lord Voldemort berhasil bangkit, yang artinya masa kegelapan dunia sihir mulai bangkit kembali. Di sini juga Harry bertemu kedua orang tuanya, meski hanya sebatas 'gaung' semata. Buku ini juga buku pertama serial Harry Potter yang memunculkan kematian. Kematian muggle serta kematian Cedric Diggory.

Meski inti cerita dalam buku ini bernuansa tegang, tapi masih banyak cerita-cerita ceria yang bisa membuat kita senyum-senyum sendiri bacanya. Seperti obsesi Hermione buat bebasin para Peri Rumah, berantemnya Ron dan Hermione gara-gara Pesta Dansa, Hagrid yang jatuh cinta, dan masih banyak lagi.

Gua pribadi seneng banget waktu baca adegan di Pesta Dansa, dimana Hermione digambarkan tampil dengan bener-bener memukau. Apalagi pasangannya adalah Krum, yang kita tau adalah pemain Quidditch terkenal. Penggambaran dalam film-nya kira-kira ini:
Buku #4 ini bener-bener pantas buat di baca deh. Meski kalau di tanya, semua serial Harry Potter memang worth it! banget menurut aku. Hhe..

Minggu, 31 Maret 2013

Harry Potter & The Prisoner of Azkaban


Judul : Harry Potter & The Prisoner of Azkaban
Pengarang : J.K. Rowling


Novel ketiga seri Harry Potter ini cukup menegangkan. Kenapa cukup? Mungkin karena ini bukan seri favorit saya. Hhe..
Di sini, kisah masa lalu Harry mulai terbongkar sedikit-demi-sedikit. Bagaimana kedua orangtuanya meninggal. Siapa saja sahabat-sahabat ayahnya. Siapa mata-mata Lord Voldemort. Dan kegiatan ramal-meramal, yang sudah saya duga pasti akan ada di setiap novel sihir, juga muncul di sini. Meski dengan segala keanehannya~~ hhe :D 
Tepat di hari terakhir perjanjiannya dengan Paman Vernon, Harry menggelembungkan bibinya. Anehnya, Menteri Sihir, Mr. Fudge, yang ia temui dalam usahanya melarikan diri tidak menghukum ataupun mengambil tongkat sihirnya.
Harry akhirnya menghabiskan sisa liburan musim panasnya di Leaky Cauldron. Dan bertemu dengan teman-temannya pada hari terakhir liburan. Malam sebelum keberangkatan, jawaban atas kebingungannya terbongkar. Sirius Black, narapidana Azkaban, dikabarkan melarikan diri untuk menangkapnya.
Imbas dari kaburnya Sirius, Hogwarts dipenuhi oleh Dementor. Pertemuan pertama Harry dengan Dementor sendiri tidak menyenangkan, Ia satu-satunya yang pingsan di kompartemennya. Demikian pula yang terjadi pada pertemuan kedua. Ia terjatuh dari sapunya, dan Nimbus-nya meluncur bebas menuju dedalu perkasa. Dalam perkembangannya, Profesor R.J. Lupin, pengajar Pertahanan terhadap Ilmu Hitam tahun itu, menjelaskan bahwa hal itu dikarenakan trauma masa lalu Harry yang lebih kuat dibandingkan dengan orang lain. Ia juga yang lalu mengajari Harry mantra Patronus.
Di tahun ketiga ini para murid diizinkan mengunjungi Hogsmeade. Namun Harry, yang gagal mendapatkan tanda tangan Paman Vernon, tertinggal sendiri di kastil. Merasa kasihan pada Harry (?), si kembar Weasley memberinya Peta Perampok. Peta ini memungkinkan Harry pergi ke Hogsmeade mengikuti teman-temannya.
Tapi kisah Harry bukan hanya mengenai pergi ke Hogsmeade, belajar, berkelahi dengan Draco Malfoy, detensi dengan Snape, dan bermain Quidditch. Kali ini pelajaran terhadap Ilmu Hitam yang mereka dapatkan sangat menarik. Mereka mendapat pelajaran mengenai berbagai makhluk sihir dan cara mengatasinya. Salah satu yang menarik adalah ketika mereka belajar mengenai Boggart (Hha). Mereka juga berulang kali mendapat teror dari kemunculan Sirius Black di kamar asrama mereka, yang entah bagaimana caranya bisa memasuki Hogwarts.
Semacam terkejut dengan hasil akhir dari berbagai konflik yang dihadapi Harry di buku ini. Tapi begitulah cara pengarang favorit saya ini menulis. Penuh dengan kejutan dan tak terduga. Meski, seperti yang saya katakan sebelumnya, seri ketiga ini bukan favorit saya, saya tetap menikmati saat-saat membaca ulang buku ini. Jangan tanya sudah berapa kali saya reread serial Harry Potter, karena saya sendiri lupa. :D

Beberapa hal di buku ini yang saya harap benar-benar ada di dunia ini adalah.
  • Peta Perampok. Bayangin kalau kita bener-bener punya sebuah peta yang memungkinkan kita buat melihat pergerakan semua orang di sekitar kita (dalam buku ini hanya lingkup Hogwarts). Yang ngga bisa dibuka oleh orang lain yang ngga tau kata kuncinya. Kata "rahasia" memang selalu membangkitkan minat siapapun saya rasa.
 
  • Dedalu Perkasa. Bukan, bukannya mau bunuh diri pake dedalu perkasa. Tapi sound's great aja ada 'benda' semacam ini yang melindungi tempat persembunyian saya (misalnya saya punya). Selama saya punya kemampuan buat mencet dahannya sih -___- .

  • Permen-permen Honeydukes. Lollypop rasa Darah? Kumbang Berdesing? Cuka Meletup? Kerumunan Kecoak (-____-)? Pepermin Kodok? Permen Pena Bulu? Huwaaaa~~~ I really loves candy :3

  • Butterbeer. Sebenarnya, saya sadar minuman ini mungkin emang ada. Tapi yang jelas kemungkinan besar minuman ini ngga halal buat saya (beer?). Hufht.. 

  • Hippogriff. Binatang dengan harga diri yang sangat tinggi. Ngga mau, ngga ikhlas, dan menolak di naikin sama orang yang merendahkan dia. Makannya di sini dia ngelukain Malfoy, yang emang nyebelin banget entah kenapa. Good Boy (?). Gagah banget sumpah ini binatang~~


  • Firebolt. Sebenernya ngga harus firebolt juga sih. Yang jelas, selalu berharap yang namanya sapu terbang beneran ada. Apapun namanya. Kan hemat tempat dan anti macet kalau ke mana-mana pake sapu terbang.


Sekolah di Hogwarts, dengan semua pernak-pernik itu. Pasti itu mimpi hampir semua penggemar Harry Potter! Hha.. :))

Kamis, 07 Maret 2013

Cantik itu Luka

Judul : Cantik Itu Luka
Pengarang : Eka Kurniawan
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama


Cantik itu Luka
Dengan latar belakang putih, nampak sesosok wanita tengah berbaring telentang pada cover buku ini.
Yang pertama menarik tangan saya untuk mengambil buku ini dari rak adalah judulnya.
"Bukankah nyaris setiap wanita ingin menjadi cantik?" pikir saya kala itu.
Namun saat membaca bagian belakang buku, meski hanya sedikit, telah menggambarkan apa yang akan saya temui apabila saya membacanya..
Di akhir masa kolonial, seorang perempuan dipaksa menjadi pelacur. Kehidupan itu terus dijalaninya hingga ia memiliki tiga anak gadis yang kesemuanya cantik. Ketika mengandung anaknya yang keempat, ia berharap anak itu akan lahir buruk rupa. Itulah yang terjadi, meskipun secara ironik ia memberinya nama si Cantik.
Namun ternyata, kisah yang disajikan Eka Kurniawan di dalamnya lebih rumit dari apa yang ada dalam pikiran saya. Alur cerita yang memang maju-mundur, terkadang membuat saya sedikit bingun. Namun tidak menghalangi untuk menikmatinya. Malah, alur tersebut menjadi poin tambah tersendiri bagi buku ini.

Adalah seorang gadis cantik bernama Dewi Ayu. Ia adalah seorang peranakan campuran, yang lahir dari sebuah cinta di antara saudara tiri. Kedua orangtuanya pergi dari rumah dan meninggalkan Dewi Ayu di pintu depan Oma dan Opa nya sejak Ia masih orok.

Sejak kecil Dewi Ayu berbeda dari gadis-gadis kebanyakan. Ia begitu berani dalam ucapan, dan begitu cantik dalam penampilan. Dia selalu berpikir sepraktis mungkin, ia tidak terbatasi oleh agama manapun. Hidupnya mengalir begitu saja. Hingga akhirnya Jepang mengambil alih di Halimunda.

Tentara-tentara Jepang datang, membawa seluruh keluarga Belanda baik yang murni maupun campuran. Mereka diletakkan di dalam penjara yang jelek, tidak diberi cukup makanan, bahkan tidak pula mendapat obat-obatan. Satu persatu tawanan mati, dikuburkan di halaman belakang sel. Hingga suatu hari ibu dari sahabatnya sekarat, hingga Dewi Ayu merelakan tubuhnya ditukarkan dengan seorang dokter pada Komandan pasukan Jepang.

Suatu hari para gadis tercantik di penjara di bawa menuju sebuah rumah megah. Termasuk Dewi Ayu. Di sana, mereka di paksa menjadi pelacur. Melayani para tentara Jepang yang kesepian jauh dari rumah. Di sana, Dewi Ayu mengandung anak pertamanya, Alamanda. Yang kelak akan tumbuh menjadi gadis cantik pula. Sebagaimana ibunya.

Hari berganti, tentara Jepang terusir oleh tentara KNIL. Tentara KNIL sebagian mati dalam serbuan para gerilyawan. Para gadis kembali di perkosa. Kali ini, oleh para pribumi (gerilyawan) yang menyerang rumah tempat mereka berlindung. Dewi Ayu kembali mengandung anaknya yang kedua, Adinda.

Ketika zaman perang berakhir, Dewi Ayu tetap menjadi pelacur dengan berbagai alasan. Terutama adalah, untuk melunasi hutangnya pada Mama Kalong. Juga kembali melahirkan anaknya yang ketiga, Maya Dewi. Satu hal yang ia inginkan adalah agar anak-anaknya kelak tidak harus menjadi pelacur sebagaimana dirinya.

Dalam masa-masanya menjadi pelacur. Dewi Ayu kembali mengandung. Namun kali ini ia berdoa dengan sungguh-sungguh. Mengharap dengan segala daya yang ia miliki. Agar anaknya yang terakhir tidak lahir dengan paras yang cantik sebagaimana kakak-kakaknya. Dan doanya terkabul. Ia melahirkan anak yang begitu buruk rupa, yang ironisnya dinamakannya Si Cantik.

Alamanda, si sulung, terpaksa menikah dengan sang Shodanco tanpa cinta. Padahal hatinya masih tetap menjadi milik Kamerad Kliwon, seorang komunis. Hingga akhirnya ada tahun kelima pernikahannya ia bersedia membuka hatinya untuk suaminya sendiri, dan melahirkan seorang anak gadis bernama Nurul Aini.

Adinda, si tengah, jatuh cinta pada lelaki yang sama yang dicintai kakanya. Kamerad Kliwon. Lelaki yang seluruh cinta dan hatinya telah tertuju pada Alamanda seorang. Karenanya ketika suatu hari Kliwon datang ke rumahnya, menemui ibunya, dan melamarnya, Adinda sangat terkejut sekaligus bahagia. Sebab penantiannya ternyata berbuah manis pada akhirnya. Dari pernikahannya dengan Kliwon, Adinda melahirkan seorang bayi laki-laki bernama Krisna.

Maya Dewi, si bungsu, menerima permintaan ibunya untuk menikahi Maman Gendeng. Yang awalnya adalah kekasih sang ibu. Rupanya Dewi Ayu takut Maya Dewi jatuh kepada orang yang salah, sehingga ia meminta orang yang paling dikenalnya untuk menjaga Maya Dewi. Namun begitu, usia Maya Dewi begitu belia ketika mereka menikah. Sehingga Maman Gendeng, dengan kesabaran misterius seorang lelaki, bertahan untuk tidak menyentuh Maya Dewi selama lima tahun pernikahan mereka. Bukan berarti Maman Gendeng tidak mencintai istrinya. Sebaliknya, ia begitu menyayanginya, hingga ia tidak dapat membayangkan merusak kebahagiaan masa kecil Maya Dewi kala itu. Tapi di tahun kelima pernikahan mereka, Maman Gendeng menerima balasan kesabarannya. Maya Dewi, sebagaimana Alamanda, melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama Rengganis Si Cantik,

Si Cantik yang buruk rupa, menjadi janda tanpa pernah menikah. Ia bertemu dengan Pangeran yang tak dapat dilihat siapapun. Bercinta dengannya, lalu hamil. Meski pada akhirnya bayi itu tidak pernah sempat melihat dunia.


Anak-anak Dewi Ayu mewarisi kecantikannya. Kecuali anaknya yang terakhir, si Cantik. Namun keempatnya sama-sama terbebani kutukan yang sama. Mereka dihantui oleh roh jahat yang sama. Yang selalu menggunakan berbagai macam cara untuk menyiksa Dewi Ayu dan keturunannya. Membawa malapetaka dalam keluarga Dewi Ayu. Hingga mereka semua akhirnya kehilangan seluruh yang mereka cintai, dan tinggal memiliki satu sama lainnya.

Novel ini, begitu mempermainkan imajinasi dan emosi. Memikirkan bagaimana rasanya hidup pada masa itu. Menjadi tawanan perang, tidak memiliki kuasa bahkan atas tubuh kita sendiri. Hidup di daerah di mana roh-roh jahat, arwah penasaran, berkeliaran di segala penjuru. Membaca bagaimana sebuah keluarga bisa terlibat dalam sebuah kisah cinta yang begitu rumit. Kakak dengan adiknya.  Menantu dengan mertua. Cinta antar sepupu. Juga kisah-kisah cinta lain yang mungkin tak terbayangkan oleh kita bahwa hal itu benar-benar ada dalam realitas kita.

Bagi anda yang penasaran dengan novel ini, siapkanlah mental anda terlebih dahulu sebelum membacanya.
:)

Senin, 04 Maret 2013

Jurnalism; How You Change the World


Ini sebenarnya adalah tugas kuliah PIJ. Keren ya tugasnya? Review film. Kalau tugasnya kaya gini setiap minggu, aku mah ikhlas da. Hha.. Berhubung sepertinya sayang juga kalau cuman jadi file-file yang memenuhi komputer, akhirnya aku memutuskan buat masukin review aku ke dalam blog. Sekalian sebagai bukti aku udah bikin tugas ini, meski mungkin dengan kemampuan yang masih setara anak SMA. Hemm..

Judul : Veronica Guerin
Directed by : Joel Schumacher
Produced by : Jerry Bruckheimer
Language : English
Cast :  Cate Blanchett, Gerard McSorley, Ciarán Hinds, Brenda Fricker

Irlandia, tahun 1990-an, tengah dikuasai oleh para pengedar obat bius dan narkotik. Para pemadat (sebutan untuk mereka yang menggunakan obat-obatan terlarang) bukan hanya mereka yang telah menginjak usia dewasa, namun juga anak-anak kecil berusia di bawah 15 tahun. Para pemodal bisnis ini adalah mereka dengan kekayaan berlimpah, yang penghasilannya tidak terdata dengan jelas namun dapat membayar pajak dengan baik. Tapi banyak pejabat yang memilih untuk menutup mata. Masyarakat yang berani buka suara melawan para pengedarpun sangat sedikit, dikarenakan pemberitaan yang minim mengenai masalah narkotik di media massa.
Veronica Guerin, adalah wartawan pertama yang dengan berani melakukan berbagai investigasi mengenai peredaran obat-obatan terlarang dan memuatnya di dalam artikel yang ia tulis. Keberanian Veronica sebagai seorang wartawan bukan hanya mengundang decak kagum masyarakat, namun juga membahayakan nyawanya dan keluarganya. Meski begitu ia tetap berjuang menuliskan kebenaran di setiap artikelnya, hingga pada akhirnya ia terbunuh pada 26 Juni 1996.
Pada tahun 2003, Joel Schumacher menggarap sebuah film dengan judul “Veronica Guerin” yang terinspirasi dari kisah nyata wanita itu. Dengan Cate Blanchett yang berperan sebagai Veronica, Joel berusaha mengabadikan lika-liku perjuangan Veronica mengusut peredaran narkotika di Irlandia.
Film di awali dengan mengisahkan Veronica yang tengah menjalani sidang kasus tilang. Di mana ia hanya perlu membayar denda dan tetap memiliki ijin mengemudinya. Keluar dari gedung pengadilan, Veronica menghubungi kerabatnya satu persatu. Mengabarkan kebebasannya untuk bisa tetap mengemudi. Saat tengah menghubungi Detektif Chris Mulligan, seorang pengendara motor memecahkan kaca mobil Veronica. Ceritapun bergulir menuju beberapa hari sebelumnya.
Veronica Guerin adalah seorang wartawan salah satu surat kabar lokal, Sunday Independent, yang awalnya hanya meliput mengenai skandal gereja dan korupsi. Namun suatu ketika, hatinya terusik mengetahui betapa pesatnya laju peredaran narkotika di Irlandia, ditambah kenyataan bahwa kebanyakan pemadat adalah mereka dengan usia belasan, yang kematiannya diabaikan dan dianggap sebagai masalah keluarga semata. Ia bertekad untuk mengangkat masalah narkotika ke dalam artikelnya, dan menyeret semua orang yang terlibat ke balik jeruji.
Veronica memulai investigasinya sendiri. Berawal dari sebuah lingkungan yang ditemukannya, di mana semua orang yang berada di sana adalah pemadat, dan puluhan jarum suntik berserakan di jalanan. Ia bahkan ikut berpartisipasi dalam unjuk rasa yang dilakukan oleh beberapa orangtua yang peduli. Yang kala itu jumlahnya masih sangat sedikit.
Adalah salah seorang narasumber kepercayaan Veronica, John Traynor, yang selama ini membantunya dengan beragam informasi mengenai dunia kriminal. Ketika Veronica mulai mengendus masalah narkotika, John mengarahkan Veronica pada satu nama, Martin Cahill yang biasa disebut sebagai sang Jenderal. Mulanya Veronica percaya bahwa memang Martin Cahill-lah yang memegang kendali atas bisnis peredaran narkotika di Irlandia. Apalagi John sempat memanas-manasi Veronica dengan berkata agar Ia menjauhkan dirinya dari urusan Cahill. Namun, selang beberapa hari setelah pertemuan Veronica dengan John, Cahill terbunuh.
Terbunuhnya Martin Cahill, membuat Veronica berpikir ulang mengenai siapa sebenarnya pemegang bisnis narkotika di Irlandia. Apalagi Veronica berhasil mengetahui bahwa Cahill telah bangkrut jauh sebelum Ia mati terbunuh, dan tidak lagi dapat mendanai perputaran narkotika, apalagi perdagangan dengan skala besar.
Pada saat pemakaman Cahill, John menghubungi Veronica dan mengatakan bahwa Gerry Hutch-lah dalang pembunuhan terhadap Martin Cahill. Veronica yang masih mempercayai John, mengambil umpan yang telah disiapkan oleh sang Coach (John Traynor), dan langsung mengkonfrontasi Gerry di kediamannya. Namun pada akhirnya, Veronica menyadari bahwa John telah mengelabuinya dengan informasi palsu. Yang dapat mengakibatkan pecahnya perang di antara geng utara dan selatan.
Kecurigaan Veronica terhadap John Traynor semakin kuat ketika salah seorang temannya di kepolisian memperlihatkan sebuah foto seseorang yang dicurigai sebagai dalang narkotika di Irlandia, John Gilligan, yang baru saja bebas setahun terakhir. Dalam foto tersebut, terlihat John Traynor tengah menjemput Gilligan yang baru saja keluar dari penjara. Meski Traynor berkelit dan mengatakan bahwa Ia tidak mengenal Gilligan, insting Veronica sebagai wartawan yang kuat mengatakan sebaliknya. Ia mulai menyelidiki Gilligan dengan penuh ketilitian, yang mengakibatkan pria ini murka.
Akibat dari keberaniannya mengkonfrontasi secara tatap muka para gangster, Veronica mengalami beragam teror. Di awali dari sebuah kunjungan orang tak dikenal yang menembak kaca rumahnya, hingga seorang pria bertopeng yang menembak kaki Veronica pada saat natal. Meski begitu, Veronica tidak gentar dan menjadi semakin bersemangat mengusut kasus yang tengah ditanganinya. Bahkan Ia tidak ambil pusing dengan perkataan para wartawan lainnya, bahwa Ia sengaja menembak kakinya sendiri untuk mencari perhatian semata.
Orang-orang terdekat Veronica berusaha menariknya dari kasus ini, dan membujuknya untuk menulis hal-hal lain seperti fashion, olahraga, dan bahkan mengenai berkebun. Tapi bukan Veronica namanya bila Ia tidak keras kepala. Baginya, penembakan yang dialaminya hanya menunjukkan bahwa Ia semakin dekat dengan apa yang dicarinya selama ini. Kesadaran akan hal ini, membuatnya semakin tidak dapat melepaskan berita ini betapapun penembakan itu telah menggoreskan trauma baginya. Bahkan setelah keluar dari Rumah Sakit, Ia tetap nekat mengunjungi para kriminal hanya untuk memberi mereka selembar surat yang bertuliskan “Were you responsible for my attack?”. Gerry Hutch, tentu saja menjadi salah seorang yang beruntung mendapat kunjungan ini. Namun, kali ini Gerry dengan tegas menampik tunduhan Veronica. Ia berkata bila ia yang melakukannya, tembakan itu tidak akan meleset, dan akan tepat membunuh Veronica.
Veronica memulai kembali penyelidikannya, yang pada akhirnya membawanya pada John Gilligan. Tanpa rasa takut, Veronica mengunjungi Gilligan di kediamannya. Ia tidak menduga bahwa Gilligan memiliki tempramen yang sangat buruk. Begitu Veronica mengajukan pertanyaan mengenai properti yang Ia miliki, Gilligan langsung memukuli Veronica. Babak belur dan gemetar, Veronica berusaha mengemudi menuju kediaman ibunya.
Setelah kejadian itu, Veronica diharuskan untuk memilih antara beritanya ataukah menuntut Gilligan di pengadilan. Dalam keadaan bingung, Veronica mendapat panggilan masuk dari Gilligan, yang mengancam akan menculik anak Veronica, Cathal, dan memerkosanya bila Veronica tidak mundur dari hal ini. Kalut, Veronica tetap berusaha menampakkan kekuatan dirinya ketika bertemu dengan Traynor. Dalam pertemuan itu, Traynor berusaha membujuk Veronica agar menerima penawaran damai dari Gilligan dalam bentuk uang. Namun Veronica menolak, dan pergi meninggalkan Traynor.
Menolak untuk tunduk dan terintimidasi oleh Gilligan, Veronica akhirnya mengajukan tuntutan terhadap Gilligan. Meski ia tahu hal itu akan menyebabkan ia kehilangan berita yang selama ini dipertahankannya. Ia berkata bahwa bila ia berdiam diri saja, hal ini akan membuat para penjahat merasa bahwa mereka, wartawan, adalah orang-orang yang dapat diperlakukan seenaknya dan secara tidak langsung menyatakan bahwa para wartawan adalah orang-orang pengecut. Karena itu ia memutuskan untuk maju dan melawan Gilligan di pengadilan. Tapi lagi-lagi pemerintah mengecewaknnya, hakim memutuskan untuk menunda sidang di antara mereka.
Film beralih kembali pada scene pembuka. Namun kali ini bukan lagi Veronica yang mendapat sorotan utama. Namun kegiatan orang-orang disekelilingnya. Tepatnya, para gangster yang tengah mengikuti Veronica.
Pada hari itu, tepat setelah Ia keluar dari gedung pengadilan, Veronica tidak pernah menyadari adanya sebuah sepeda motor yang terus mengikutinya. Hari itu, Veronica tidak menyadari bahwa hidupnya akan berakhir dengan mengenaskan. Begitupun para kerabatnya, tidak menyadari bahwa itu akan menjadi percakapan terakhir mereka dengan Veronica. Tepat pada perempatan jalan Naas, ketika Veronica tengah menelepon detektif Chris Mulligan, sebuah sepeda motor berhenti di sisinya. Pengendaranya memecahkan kaca mobil Veronica, lalu meluncurkan timah panas pada tubuhnya. Hari itu, 26 Juni 1996, Veronica meninggal, terbunuh.
Kematian Veronica, mengubah Irlandia. Para pemerintah akhirnya menetapkan UU baru tentang para pengedar, dan pembekuan aset harta benda yang tidak jelas asal muasalnya. Gilligan dan Traynor kehilangan seluruh harta kekayaan mereka. Dan sejak saat itu pula angka kriminalitas di Irlandia turun hingga 15%. Masyarakat tidak lagi menjadi masyarakat pasif, namun menjadi lebih aktif dan krisis dalam menghadapi permasalahan di Irlandia.