Jumat, 23 Maret 2012

Budaya "Bullying", Budaya Dunia?

Kenapa Bullying?
Bukan, bukan karena aku ngerasa sebagai salah satu korbannya. Bukan juga karena aku adalah salah satu pelaku.Tema ini datang setelah denger cerita dari salah satu temenku yang sekolahnya merupakan salah satu sekolah borju di sini. Alasan utama aku bikin posting ini adalah buat dia.
Tapi ngga ada salahnya kan kalau semakin banyak yang merenungi hal ini?


Selama ini aku udah cukup sering denger yang namanya bullying. Ngga terhitung berapa banyak remaja, anak-anak, dan orang dewasa yang nekat bunuh diri akibat budaya bullying. Sama halnya dengan dunia perfileman dan sinetron, yang ngga pernah bosen mengangkat tema ini sebagai wahana bisnis.

Jujur, awalnnya aku ngga pernah mikir kalau hal seperti itu bisa bener-bener terjadi. Naif ya? Memang. Aku akui aku dulu adalah orang yang naif. Dalam pikiranku, sejahat-jahatnya seseorang, ngga akan ada yang tega ngelakuin hal kaya gitu. Mungkin ini karna aku sendiri ngga pernah secara langsung menyaksikan seseorang yang di bully dengan sadis dan ngga pernah memahami apa sebenarnya bullying. Padahal pada kenyataannya, bullying ada di mana-mana. Bahkan ketika aku mulai memahami apa itu bullying, aku sadar hal itu juga sering terjadi di sekitarku. Bahkan mungkin tanpa sadar aku pernah ngelakuin hal itu.

Bullying adalah hal yang paling mencerminkan sifat dasar manusia yang primitif. Egoisme, arogan, dan perasaan sebagai yang terkuat adalah dasar dari perlakuan ini. Secara harafiah, bullying berarti menggertak atau mengganggu pihak yang lemah. Bisa dibilang seperti si Kuat menekan si Lemah untuk menunjukkan bahwa dia benar-benar Kuat. Sesuatu yang banyak terjadi di lingkungan sekolah anak-anak ataupun lingkungan pergaulannya di rumah.

Secara umum, ada 2 masalah utama dibalik terjadinya bullying di sekolah : Penampilan, dan Status sosial. Pelaku bullying (disebut “Bully”) selalu memilih target / korban dari kalangan teman yang menurut mereka tidak cocok untuk bergaul bersamanya; bisa karena penampilan, sifat (misalnya pemalu, pendiam), ras, agama, atau suku. Dan pilihan target akan jatuh pada individu yang menurut mereka inferior atau di bawah strata mereka.

Biasanya, bullying yang kita dengar dan lihat di televisi adalah bullying yang mengarah pada kekerasan fisik. Seperti pemukulan, ataupun hal lainnya yang mengakibatkan korban terluka tubuhnya.  Tanpa sadar, media telah menanamkan pemahaman bahwa bullying hanya sebatas perlakuan semena-mena dari segi fisik terhadap orang lain. Hal ini jugalah yang menjadi pemikiranku dulu.

Padahal pada kenyataannya, bullying bukan hanya menganai fisik. Tapi juga mengenai psikis korban yang ikut terkena imbasnya. Seringkali kita mendengar teman sekelas, atau teman sepermainan kita yang seringnya adalah mereka-mereka yang 'berlebih' memeberi berbagai macam julukan yang tidak pantas kepada teman kita yang lain. Nah! Hal itu, pada kenyataannya ternyata merupakan salah satu bentuk bullying yang terjadi secara verbal.

Bullying secara verbal, lebih berbahaya dibandingkan bullying secara fisik. Mengapa? Karna ucapan seorang manusia, bisa diibaratkan sebagai pisau bermata dua yang bisa sangat mematikan. Kata-kata, merupakan bentuk sugesti terkuat yang sangat sulit ditolak ataupun diabaikan. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus penipuan, di mana korban termakan oleh kata-kata manis pelaku

Tanpa masyarakat sadari, bullying secara verbal bukan hanya dilakukan oleh sesama teman, namun bisa juga dilakukan oleh guru terhadap murid, ataupun orangtua kepada anak. Banyak yang tidak menyadarinya dan mendeteksi hal ini dengan cepat, sehingga sering kali sudah sangat terlambat untuk menanganinya.

Hal yang paling menyakitkan dari bullying adalah, proses terjadi berulang-ulang, setiap hari, setiap waktu istirahat, setiap ada kesempatan, selama bertahun-tahun dia akan dilecehkan, diremehkan, dan ditertawakan oleh para manusia yang merasa superior tersebut.

Ini menyebabkan si korban bullying akan selalu berada dalam keadaan ketakutan yang konstan. Keadaan inilah yang secara psikologis berbahaya dan berpotensi menjadikan si anak memiliki kepribadian yang menyimpang. Anak akan berkembang menjadi pribadi yang tidak percaya diri, stress, depresi, cemas, bahkan secara statistik anak yang mengalami bullying pada masa sekolah berpotensi untuk melakukan bunuh diri.

Fisiknya juga akan ikut terganggu baik akibat bullying secara fisik (dipukul, ditendang, dll), maupun efek psikologis yang menjadi penyakit (dalam bahasa medis disebut Psiko-somatis); seperti sering sakit perut, gampang pusing, tidak nafsu makan, dan ujung-ujungnya gampang sakit.

Yang akan menjadi masalah adalah apabila korban Bully, menjadi pelaku Bully pada anak lain yang ia pandang sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk mendapat kepuasan dan membalaskan dendam. Ada proses belajar yang sudah ia jalani dan ada dendam yang tak terselesaikan. Kasus di sekolah-sekolah, dimana kakak kelas melakukan Bully pada adik kelas, dan kemudian Bully berlanjut ketika si adik kelas sudah menjadi kakak kelas dan ia kemudian melakukan Bully pada adik kelasnya yang baru, adalah contoh dari pola Bully yang dijelaskan di atas.

Meski berdampak hebat, tidak mudah menghentikan perilaku bullying. Hal ini, antara lain, dikarenakan kadang korban merasa tidak sedang mendapat perlakuan bullying. Selain itu juga karena lingkungan masyarakat yang masih tidak ambil pusing terhadap kejadian ini. Lebih dari itu, korban seringkali tidak berani melapor apabila mengalami bullying.

Terkadang, ketika korban melapor dia mendapat bullying dari teman-temannya, para orang dewasa yang mendengarnya tidak menanggapi dengan serius. Sering ada kejadian mereka malah menyalahkan sang korban yang dianggap tidak mampu ataupun tidak mau bersosialisasi dengan anak lain, sehingga dia dijadikan sasaran bullying. Bahkan terkadang, mereka menganggapnya hanya sekedar lelucon. Yang lebih parah adalah, setelah dia melapor, bullying yang dia terima malah semakin berat. Semakin banyak yang menjauhinya, dan mengucilkannya karna dia di aggap pengadu dan tidak bisa diajak bercanda.

Hal yang lucu bukan?
Padahal merekalah yang terluka. Tapi mereka pulalah yang sering kali dicap semakin buruk ketika mereka melawan.

Bila hal itu sudah meresap di dalam budaya masyarakat, bukankah sudah tugas kita untuk mengubahnya? Bukankah sesuatu yang besar bermula dari sesuatu yang kecil? Maka mulai sekarang, tanamkanlah perasaan rendah hati di dalam diri kita masing-masing. Jangan pernah merasa sebagai yang terhebat, atau sebaliknya yang paling tidak berguna. Karna bukankah Tuhan menciptakan kita dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing? Dan kapan saja Tuhan ingin, Dia bisa menjatuhkan kita sejatuh-jatuhnya.

Ketika kalian bertemu dengan korban bullying, jangan pernah menutup mata dan melarikan diri untuk keselamatan sendiri. Karna bukankah menjadi korban itul sangat tidak menyenangkan? Tentunya ketika kita berada di posisi korban, kita ingin ada seseorang yang mengulurkan tangan pada kita bukan? Jadi sudah seharusnya kita berlaku yang sama.

Sebaliknya, bila kita berada di posisi korban, jangan pernah merasa tidak pantas untuk hidup. Yakinlah setiap manusia itu sama. Jangan menyerah dan merasa diri selalu salah. Karna bukankah manusia memang tempat salah dan khilaf? Lindungilah diri anda sendiri, dan berusahalah untuk menunjukkan bahwa mereka salah menilai kalian. Bahwa anda bisa menjadi 'sesuatu'. Karna meskipun seseorang telah mengulurkan tangannya, kekuatan diri kita sendirilah yang mampu membuat kita bangkit kembali.

"Apa yang kita tanam adalah apa yang kita tuai."

Tidak ada komentar: