Rabu, 21 Maret 2012

Rembulan Kelabu



Aku menatap dari balik tirai-tirai jendela kamarku. Menatap sesosok lelaki yang tengah asyik bercengkrama dengan seorang wanita muda berambut merah. Lelaki itu tertawa, merangkul mesra wanita di hadapannya. Mataku terpaku, mendamba akan sentuhan yang sama seperti yang wanita itu dapatkan. Memuja tanpa kata sosok maskulin yang terus mengisi mimpi-mimpiku. Mimpi-mimpi terliar dari tidur panjang berbalut berjuta benang kesepian. Aku ingin lelaki itu menyentuhku lagi, seperti yang pernah dilakukannya padaku.
Aku menginginkan lelaki itu. Hanya untukku seorang. Milikku. Bukan milik wanita muda bernama Jordan yang kini tengah mengecup lelaki itu dengan mesranya. Melepas kepergian lelaki itu dengan senyuman palsu.
Rasanya aku ingin mencakar wajah wanita itu. Aku membencinya. Wanita itu tidak pantas untuk lelakiku. Akulah yang pantas mendampinginya. Satu-satunya orang yang mencintai lelaki itu dengan tulus. Tanpa isyarat. Tanpa kepura-puraan.
Pintu depan terbuka, Jordan melenggang masuk sambil bersiul seolah dunia miliknya. Aku membencinya. Ya, aku membenci wanita itu. Wanita yang merenggut segala yang ku miliki dan ku cintai. Wanita yang membuatku merasa seolah tak berarti di dunia ini.
Wanita itu berhenti, menatapku sambil bersandar pada pintu kamar.
“Hy, aku kira kamu masih tidur.” sapanya sambil tersenyum lebar.
Aku hanya menatap wanita itu tanpa berniat menjawab pertanyaannya. Aku tidak akan tertipu oleh senyumannya yang kini dia tampakkan. Itu hanya terlihat di permukaan. Seperti bungkus kado yang menutupi kebusukan yang ada di dalamnya. Tapi aku tau seperti apa sosok asli wanita ini. Ya, aku mengetahuinya dengan pasti. Tanpa bersusah payah menyapanya aku berjalan melewati Jordan yang tampak kesal dengan sikapku.
“Yeah fine...” gerutu Jordan pelan sambil berbalik mengikutiku.
“Kamu mau ke mana?”
Rupanya wanita itu tidak mengerti bahwa aku membencinya. Dia tetap mengikutiku dan berusaha menarik perhatianku. Tapi apapun yang di lakukan wanita itu, aku akan tetap membencinya. Membencinya untuk semua yang ku alami saat ini.
****
Langit masih berselimut kabut. Makhluk-makhluk kegelapan masih berkeliaran diluar sana. Mencari mangsa di balik bayang-bayang gelap perumahan. Mengendap untuk menyergap di saat yang tepat. Saat-saat ketika semua orang lengah.
Aku kembali menatap dari balik jendela kamarku. Menyaksikan semua makhluk kegelapan beraktifitas di luar sana. Berbagai jenis manusia yang melepas topeng kemunafikannya di tengah gelapnya malam. Sama seperti wanita itu. Wanita jalang bernama Jordan yang sangat dibencinya tengah berkendara bersama malam yang kian merambat. Entah apa yang tengah dilakukannya di luar sana. Bersama lelaki lain yang berbeda.
****
Hari ini lelaki itu kembali lagi. Tapi dia hanya memberiku sentuhan lembut di puncak kepala seperti yang biasa dilakukannya padaku. Padahal lelaki itu memberi kecupan penuh sayang pada Jordan. Padahal dia akan melakukan hal yang sama padaku bila Jordan tidak ada.
Aku kecewa. Lelaki itu begitu bodoh. Mengapa dia tetap bersama Jordan. Padahal aku tau dia menginginkanku. Aku tau dia juga mencintaiku. Lelaki itu tidak mungkin melupakan apa yang telah dia lakukan. Saat ini, dia hanya terjebak pada pesona palsu Jordan. Wanita licik yang sangat lihai menyembunyikan semua kebusukannya. Wanita yang telah mengkhianati dirinya. Aku harus membuatnya sadar. Sebelum semuanya terlambat.
“Kami pergi dulu ya. Jaga rumah baik-baik.” ucap Jordan padaku.
Lalu mereka berlalu dari hadapanku. Meninggalkanku lagi. Sendiri. Membiarkanku terus berteman dengan kesunyian di rumah ini. Bersama suara-suara tak berwujud yang terus membisikiku untuk mengakhiri semua sandiwara wanita itu.
****
Malam kembali merayap naik dengan perlahan. Aku masih sendirian. Menunggu mereka di depan jendela seperti biasa. Tapi mereka tak kunjung kembali. Seakan melupakan bahwa mereka meninggalkanku sendirian di rumah ini.
Aku mendongak menatap langit. Rembulan masih belum sempurna menggantung di kegelapan malam. Aku menatap dengan tidak sabar. Seolah rembulan akan semakin cepat menyempurnakan sosok anggunnya bila aku terus menatapnya setiap malam.
Aku menggerutu dengan tidak sabar. “Masih lamakah?” tanyaku pelan, entah kepada siapa. “Sebentar lagi.” bisik sebuah suara di kepalaku. “Sebentar lagi semua akan berakhir.” lanjut suara itu. Aku tersenyum penuh kemenangan. Seolah seseorang te;ah memberiku hadiah terbaik sepanjang hidupku.
“Aku akan menunggu sedikit lebih lama.” gumamku, masih kepada kegelapan.
****
Dua malam telah beralu. Kini, di langit malam rembulan telah bertakhta dengan megahnya. Menyinari kegelapan yang selama ini membutakan. Menarik banyak orang dengan pesona misteriusnya.
Aku tersenyum senang. Aku selalu menyukai purnama. Apalagi purnama selalu membawa hal baik untukku. Termasuk untuk malam ini. Aku menunduk, menatap kilau tajam pisau yang ada di tanganku. Benda yang diam-diam kusembunyikan dibalik pakaianku. Benda yang akan kugunakan untuk mengakhiri segalanya. Untuk mengubah dunia.
Perlahan, aku mencungkil pintu kamarku. Ya, kamarku selalu terkunci di malam hari. Entah kenapa. Mungkin karna Jordan takut padaku. Mungkin dia menyadari bahwa dia tidak akan mampu melawanku.
Aku mengendap-endap menuruni tangga. Berusaha tidak menimbulkan suara. Meski aku tau Jordan tidak akan terbangun karna apapun malam ini. Tidak. Dia terlalu lelah untuk mendengar suara yang mungkin akan kutimbulkan. Tapi, bukankah berhati-hati adalah langkah yang terbaik?
Sesampainya di depan pintu kamar Jordan, aku masuk dengan perlahan. Masih berusaha tidak menimbulkan suara apapun. Di atas ranjang aku melihat dua sosok tubuh terbaring saling melekat. Aku menatap dengan jijik pada mereka. Lelakiku tengah memeluk Jordan tanpa benang sehelaipun melekat di badan keduanya.
Aku murka. Aku tidak percaya dia masih melakukannya dengan Jordan. Aku menggeram marah. Cukup keras untuk membangunkan lelaki itu. Tapi masih terlalu lemah untuk menarik Jordan dari dunianya.
Sebelum lelaki itu sempat mencerna apa yang terjadi, aku mendekatinya. Pisau milikku masih tergenggam erat di balik punggung.
“Kamu ngapain di sini?” tanya lelaki itu bingung.
Aku tersenyum. “Membebaskanmu dari wanita jalang ini.”
Dengan cepat pisauku terayun, menghujam urat nadi lelaki itu tepat di bawah telinganya. Lelaki itu menjerit keras, yang bagiku seperti ucapan terima kasihnya padaku. Darah lelaki itu menyembur keluar dari tubuhnya. Membanjiriku dengan genangan merah kental.
Jordan terbangun. Menatap terkejut padaku dan pisau di tanganku. Lalu matanya beralih pada lelaki itu. Selama sepersekian detik, Jordan tidak mampu bersuara sedikitpun. Lalu dia mulai menjerit dengan kerasnya. Jeritan panjang yang ku sambut dengan tawa penuh kemenangan.
****
 “Apa ngga bisa sembuh Dok?” Jordan bertanya sambil menatap pada gadis kecil yang tengah bersandar pada jendela kamarnya.
“Kemungkinannya sangat kecil Bu. Apalagi, sudah cukup lama dia dibiarkan tanpa pengobatan.” jawab Dr.Frank.
Jordan hanya dapat menghela nafas panjang. Dia masih menatap gadis itu, anaknya. Anaknya yang baru berumur 10 tahun. Entah apa yang telah merasukinya sehingga dia tidak pernah memerhatikan putri semata wayangnya itu. Baginya anaknya hanya anak cacat belaka yang otaknya tidak berkembang sebagaimana mestinya. Dia tidak menduga hal itu bukanlah penyakit genetik. Dia tidak pernah berpikir anaknya mengalami gangguan mental. Sampai insiden itu terjadi. Sampai suaminya meninggal di tangan anaknya sendiri.
****
Aku kembali menatap rembulan dari balik jendela. Tapi dari tempat yang berbeda. Setelah kejadian itu Jordan mengeluarkanku dari rumahnya. Dia memanggil prajurit-prajuritnya untuk membawaku paksa ke tempat ini.
Awalnya aku membenci tempat ini. Tapi seiring waktu berlalu, aku mulai menyukainya. Terutama karna teman-temanku tidak meninggalkanku. Mereka ikut bersamaku ke tempat ini. Dan yang terpenting, aku masih bisa menatap rembulan dari sini.
Di luar, aku melihat Jordan tengah bercakap-cakap dengan lelaki lain. Entah lelaki ke berapa dalam hidupnya. Aku tidak peduli. Asalkan bukan lelakiku yang berada di sisnya.
Aku mendongak, menatap rembulan sambil tersenyum bahagia. Rembulan kelabu menggantung di langit malam.

Tidak ada komentar: