****
Langit yang sama 8 tahun yang lalu“Maaf Sil, aku tau ini ngga masuk akal. Tapi, aku ngga bisa lanjutin ini semua.” Adrian berkata tanpa menatap wajahnya.
Sisil terpaku. Otaknya masih mencerna apa yang tengah terjadi di hadapannya. Seolah telinganya berhenti bekerja sebagaimana mestinya. Sisil menolak untuk memercayai semua yang diucapkan Adrian. Menolak kenyataan yang terlalu kejam untuknya.
****
1 tahun kemudian“Thx for ur surprise.” ketik Sisil cepat di handphonenya.
Sedikit ragu, Sisil mencari nomor seseorang di daftar kontak miliknya. “Adrian Al Fathir”, di tatapnya nama itu selama beberapa detik sebelum menemukan keberanian untuk memencet tombol sent.
Beberapa saat kemudian balasan pesan yang dia kirim datang. Dengan cepat Sisil membuka pesan masuk, “No problem. Cuma sedikit kejutan yang sayangnya ngga berjalan sesuai rencana. Lov u :*.”
Jantung Sisil seakan berhenti berdetak. Dunianya berputar dengan cepat. Menelan kesadarannya yang mati-matian dia pertahankan.
****
3 tahun kemudianSisil menatap e-mail yang baru saja diterimanya dari Adrian. “Selamat ya udah lulus. Semoga kamu makin sukses”. Singkat, namun menunjukkan kenyataan pahit yang menghantam hatinya.
Adrian masih mengawasinya. Mengikuti setiap perkembangan dirinya. Masih selalu ada untuknya. Di sekitarnya, seperti udara yang tidak dapat dilihatnya. Tapi keberadaannya sangat nyata. Bahkan terlalu nyata untuk diabaikan.
****
4 tahun kemudian“Sil, kenalin ini pacar aku yang sering aku ceritain.” Vivian berkata sambil tersenyum cerah.
Sisil menoleh, mendapati wajah yang sangat dikenalnya balik menatapnya dengan raut terkejut yang sama. Wajah yang sangat dirindukannya. Wajah yang masih dan selalu mengisi mimpi-mimpinya bahkan ketika Sisil terjaga. Wajah yang dicintainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar